Saturday 6 January 2018

Nyinyir

Hai guys, *pake nada kayak orang-orang kalo ngevlog*
Ini sebenernya satu lagi tulisan saya yang lama mengendap di Google Keep, dan sayang aja mau dibuang. Tapi sumpah ini tulisan udah jadul banget, hampir setahunan yang lalu kalo gak salah. So, karena (lagi-lagi) gak ada bahan tulisan akhirnya saya remake sedikit lalu saya post saja. 

Mohon maaf, permisi numpang nyinyir malem-malem. Sekarang kita memasuki era dimana untuk mendapatkan sesuatu kita HARUS mengantre terlebih dahulu.

BANK
Belum lama ini saya iseng narik tabungan via bank, sekalian cetak buku tabungan, dan sebenarnya dengan satu misi yang rada freak: minta kalender baru. Dan karena selama ini saya selalu menarik dan juga memasukkan uang via atm, rupanya saya sudah lupa bahwa betapa lamanya antre teller bank itu. Hanya untuk menarik uang, saya harus menunggu selama satu jam dulu. Begitu pula dengan lamanya antrean di customer service, karena saya harus mengganti buku tabungan yang habis. 

Disini lah hal ngebetein terjadi. Jadi, jenis tabungan saya adalah tabungan mahasiswa yang mana saya dapatkan dari program beasiswa. Lalu si mbak CS nyebelin itu mulai menanyakan apakah saya masih mahasiswa. Waktu itu saya memang masih mahasiswa, dan ketika saya menjawab bahwa saya masih mahasiswa yang sedang skripsi sembari memperlihatkan ktm saya yang masih berlaku, di situlah si mbak CS menanyakan kapan saya lulus dan saya hanya bisa menjawab: belum tau mbak. Loh, kok belum tau? Si mbak malah nambah nanya dengan nada nyebelin. Terus mulai mengurus penerbitan buku tabungan saya yang baru, dengan melakukan prosedur seperti meminjam kartu atm dan ktp, serta menanyakan informasi pribadi saya seperti nomer hp dan nama ibu kandung. Lalu saya diminta tanda tangan di buku tabungan baru itu, ttd nya harus sama persis sama di ktp. Saya sampai harus mengulang beberapa kali untuk mendapatkan ttd yg sama persis, rasanya seperti harus memalsu ttd orang lain, padahal ini kan ttd saya sendiri. Saya tidak pernah berganti tanda tangan tapi tetap saja tidak bisa dipungkiri, seiring berlalunya waktu ttd saya pun mengalami modifikasi bentuk sekecil apapun. Secara garis besar masih sama, hanya ada sedikit perbedaan lengkungan dan detail lainnya.

Selain antre di bank, pengalaman mengantre yang membosankan lainnya juga saya alami ketika akan facial di larissa, akan mengopy film di luxury, juga antre menuker karcis parkir di lippo mall setelah nonton konser maupun nonton bioskop. Semua hal yang menuntut antre ini lama kelamaan membuat saya jengah dan muak. 

Mengantre identik dengan rebutan versi beradab. Well, sumber daya terbatas vs kebutuhan manusia yang tak terbatas. Rebutan nonton konser, rebutan tempat parkir di kampus, dsb. Kalo gak mau antre, yaudah hidup sendiri aja sono di Mars. Begitu nyinyir saya pada diri sendiri setiap ingin mencak-mencak ketika harus mengantre ekstra panjang.

PARKIR
Selama ini saya selalu nyinyirin orang-orang yang suka parkir di luar mall. Walopun cuman nyinyir dalam hati sih. Soalnya menurut saya parkir di luar mall itu udah bikin macet, kadang memakai hak trotoar sebagai tempat jalan kaki, dan bikin keliatan gak rapi aja. Kenapa sih, udah disediain juga parkir dalam mall, masih aja milih parkir di luar yang kehujanan dan kepanasan gitu. Udah gitu bisa bayarnya lebih mahal daripada parkir di dalam. Lalu, saya mencoba membuat analisis sederhana:

1. Bagi orang-orang yang tidak terbiasa parkir basement, apalagi yang muternya jauh banget kayak parkir motor basement nya Galeria Mall, mungkin parkir basement ini bisa jadi sangat menakutkan. Saya pernah memiliki pengalaman buruk berkaitan parkir basement di Eduhostel Jogja.

2. Mereka cuma ikut-ikutan orang aja, gak tau kalo ada tempat parkir official. Asal parkir aja di tempat parkir yg pertama keliatan mata.

3. Ribet! Pengalaman saya malam ini menjawab kenyinyiran saya selama ini. Dulu Lippo Mall memiliki sistem parkir dimana kita harus menukarkan karcis parkir kita dengan karcis yang sudah terverifikasi (udah di cek stnk nya) lalu bayar berdasar jam. Kalau kita tidak menukar karcis ini dan malah langsung keluar, kita akan dikenakan tarif parkir maksimal di portal keluar yaitu Rp 6000, 00. Berita bagusnya, Lippo sepertinya sedang terus berbenah dalam urusan parkir ini. Sekarang kita tidak perlu lagi menukar karcis, bisa langsung bayar di portal.

4. Parkir dalam mall terbatas, sering kepenuhan jadi terpaksa parkir luar. Ini masih mengambil studi kasus Lippo Mall Jogja. Beberapa kali, parkir motor di dalam mall penuh dan terpaksa parkir luar. Waktu itu mau nonton Sabtu Bersama Bapak di hari liburan dan karena waktu itu cinemaxx masih menerapkan tarif promo, jadi bayangkan saja seramai apa Lippo Mall Jogja sampai parkir motor basementnya full.

5. Pengen sedekah sama bapak-bapak tukang parkir yang di luar, daripada semua keuntungan hanya di raup oleh mall yang katanya kapitalis itu, mending bagi-bagi ke masyarakat kecil bos! Mungkin aja adaaa orang yang berpikiran begini kan?

6. Terusin sendiri deh ya

Beberapa waktu yang lalu saya juga sempat mendiskusikan hal ini dengan senior dan teman-teman proyekan saya. Dan saya baru tau bahwa parkir liar macam ini memang selalu ada dan tidak bisa ditertibkan karena ada premannya, yang mana dilindungi oleh orang DPR nya. Kok sedih sih ya. Kapan sih Indonesia bisa jadi negara yang bener dikit.

Btw saya menyebutkan tempat2 di atas bukan bermaksud mencemarkan nama baik loh, saya takutnya ntar ada aja yang mengkaitkan ke UU ITE yang kemaren ramai di perbincangkan publik itu. Ini murni testimoni saya sebagai konsumen dan pengunjung lho, mohon maaf apabila kritikan ini terasa menjatuhkan.

Wah, udah jam segini aja. Lanjut besok deh ya, yang terpenting hutang tulisan untuk hari ini sudah lunas ya. Hehe

No comments:

Post a Comment