Tuesday 15 October 2013

Nostalgia Takbiran

Takbiran, berasal dari kata takbir dan mendapat akhiran -an. Menurut KBBI takbiran adalah pujian kepada Allah dengan menyerukan takbir.

Entah, semenjak sejauh saya bisa mengingat, kampong kami –Kampong Gambiran, sudah memiliki tradisi mengadakan lomba takbir keliling antar masjid setiap malam Idul Fitri maupun malam Idul Adha. Yang masuk delinease nya adalah: masjid tepat di tenggara rumah saya yaitu Masjid Al Waahid, Masjid MWS yang terletak di belakang rumah saya berselang beberapa kompleks makam, Masjid Al Ma’un yang terletak paling selatan, Masjid Al Ikhlas pinggir sungai Gajahwong, Masjid An Nur di ujung utara sana, dan belakangan berdiri sebuah Mushola Purwo HS di belakang rumah Pak RW. Jadi semuanya ada 5 Masjid+1 Mushola. 

Takbir keliling ini hanya sebatas mengelilingi kampong kami dengan melewati semua masjid/mushola tsb dan kemudian finish di salah satu masjid, ada acara sebentar, dan ditutup dengan pengumuman juara. Sederhana.

Kemudian, kalau takbiran Idul Fitri, cenderung lebih meriah karena ada juga pembagian hadiah lomba disamping pembagian doorprize. Jadi, pada saat bulan puasa diadakan berbagai macam lomba kayak lomba hafalan surat pendek, lomba adzan, lomba bikin kaligrafi, lomba menggambar dan mewarnai, lomba CCA (Cerdas Cermat Agama Islam), lomba mendongeng, lomba nasyid, sampai lomba peragaan busana muslim. Terus ceritanya, karena yayasan Al Waahid punya TPA dan so pasti anak-anak Al Waahid kan ikutan TPA, jadi langganan juara CCA. Berhubung anak MWS ada yang jago nyanyi sama jago gambar jadi mereka juga langganan menang, dsb. Tapi ada juga masjid yang terkenal kalau anak-anaknya nakal soalnya kalau kalah lomba suka nggak terima terus berulah gitu deh. Ahaha, keinget masa kecil.

Kembali pada takbir keliling. Pada awalnya, yang menjadi penilaian lomba takbir keliling adalah kerapian barisan, kekompakan takbir, dan kreativitas dalam membuat lampion, kostum, maupun maskot takbiran. Kemudian saat ini berkembang dengan penambahan penilaian display yang lokasinya sengaja dipilih di tengah jalan besar dalam rute takbir keliling, yaitu di Jalan Perintis Kemerdekaan. Nah, dalam display ini yang ditampilkan bisa berupa drama singkat, atraksi, dsb sesuai dengan kesepakatan tema yang telah dirapatkan para panitia lomba takbir keliling yang sekaligus merupakan perwakilan tiap masjid/mushola.

Lucunya, meskipun yang diperebutkan hanya piala bergilir dan juga sedikit bingkisan –yang kami semua juga sudah bisa menebak: pasti berisi makanan-makanan ringan, sapu, serok, dan alat bersih-bersih lainnya –semua  orang tetap antusias dan totalitas. Ada lah yang namanya latihan takbiran, begadang tiap pulang tarawih buat bikin lampion, kostum, sama maskot, dan juga ada yang namanya mata-mata. Jadi tiap masjid/mushola pasti punya basecamp tuh, kadang ada aja mata-mata yang mau mencuri atau meniru ide atau konsep sebuah masjid. Contohnya begini, ketika suatu siang kami sedang berkumpul untuk menggagas koreografi display, salah satu teman saya yang baru datang bilang, 

“.. ya ampun, masjid X pake drumband loh, terus maskot mereka bentuk unta gitu. Tadi aku liat mereka latihan waktu mau otw kesini. Kita juga mesti pake alat musik biar nggak kalah kece dong...”  

Pada jamannya angkatan setingkat di atas saya, Masjid Al Waahid berada pada jaman keemasan. Wuidih, kayak kerajaan aja punya jaman keemasan. Iya dong, kami dulu berturut-turut selalu menjadi juara karena maskot kami yang memang keren dan juga SDMnya yang banyak dan super kompak. Tapi roda selalu berputar, ada jaman keemasan berarti ada juga jaman kemunduran. Nah jaman kemunduran Al Waahid sepertinya bermula dari ketika angkatan saya memegang tampuk kepemimpinan. Saat itu kami sempat mengalami krisis kepemimpinan dan sekaligus merasa ditinggalkan ketika para angkatan atas mundur teratur dari barisan. Akhirnya kami pun ada yang lepas satu-satu tapi ada juga yang masih tetap bertahan menjadi pejuang tangguh yang memotori pergerakan. Saya sendiri termasuk yang lepas karena berbagai kesibukan akademik dan juga organisasi lain. Para pejuang tangguh, kalian hebat guys :)

Pada saat yang bersamaan, juga berkembang lomba takbir keliling di Kelurahan Pandeyan yang tingkatnya lebih oke ketimbang yang tingkat kampong saya itu. Setiap tahunnya, kampong kami selalu diundang untuk ikut memeriahkan takbiran di sana –dan sebenarnya kami juga mau banget. Akan tetapi selama ini kami terlalu asyik sendiri di kampong sendiri. Tapi mengingat rute takbiran yang lebih jauh dan jam bubar yang lebih larut, lalu bagaimana dengan nasib anak-anak kecil yang biasa ikut takbiran di kampong saya ini. Kasihan juga kalau mereka nggak kuat. Jadilah kami masih asyik di kampong sendiri. 

Suatu hari, masjid yang sudah langganan meraih piala bergilir lomba takbiran di kampong kami itu memutuskan nggak ikut lagi takbiran di Gambiran, mereka mau memenuhi undangan dari yang Kelurahan. Go international lah, kalau pinjam istilahnya artis-artis ibukota. So, kami para masjid yang merasa nggak kalah kece pun merasa terkhianati, situasi pun menjadi chaos. Ahaha, lebay.

Dan seiring perkembangan jaman, takbiran tak lagi sesuai dengan esensi awalnya: bertakbir mengumandangkan Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar, Laa- ilaaha- illallaahu wallaahu akbar. Allahu Akbar walillaahil- hamd . Tetapi yang barusan saya dengar justru mereka berteriak teriak mengelukan masjidnya dengan lagu-lagu suporteran yang juga diiringi drumband. Nah loh, ini supporter bayaran dari mana coba? 

Kemudian karena berbaur dengan seni dan kreativitas, hasil gubahannya juga macam-macam. Ada yang nada takbirannya jadi beraliran rock ditambah jingkrak-jingkrak gak jelas, ada yang beraliran keroncong ala pengamen malioboro, dan ada yang masih mempertahankan aliran lama yaitu kayak drumband pada umumnya. Itu baru musik penggiring, belom konsep display sama kostum. Pernah pas masih deketan sama erupsi merapi dulu itu, masjid kami bikin semacam gunungan yang nanti waktu display dibuka isinya kambing. Nggak gitu ngerti dulu filosofinya apaan, kalo sekarang dinalar sih mungkin selalu ada hikmah dari bencana erupsi, mungkin tanahnya jadi subur, terus tambang pasir menggelimang, intinya membawa kebaikan lah. Nah kebaikan itu disimbolkan dengan kambing buat kurban. Ahaha, maksa yaa..

Kenapa judulnya nostalgia? Nah, sempat disinggung sedikit di atas, bahwasanya saya gagal menjadi pejuang tangguh yang terus bertahan di arena penghabisan. Disamping faktor munculnya aliansi masjid tetangga yang cenderung lebih kompak dan berjiwa muda yang kemudian menjadi rival berat, ada juga faktor pengaruh komunitas lain yang terlanjur menjadi magnet tersendiri. Sehingga yak begitulah, saya lepas dan tak tahu jalan pulang kembali.



Saturday 12 October 2013

Ke Entah Berantah

Dia datang saat hujan reda
Semerbak merekah namun sederhana
Dia bertingkah tiada bercela
Siapa kuasa

Dia menunggu hingga ku jatuh
Terbawa suasana
Dia menghibur saat ku rapuh
Siapa kuasa

Dan kawan
Bawaku tersesat ke entah berantah
Tersaru antara nikmat atau lara
Berpeganglah erat, bersiap terhempas
Ke tanda tanya

Dia bagai suara hangat senja
Senandung tanpa kata
Dia mengaburkan gelap rindu
Siapa kuasa

Dan kawan
Bawaku tersesat ke entah berantah
Tersaru antara nikmat atau lara
Berpeganglah erat, bersiap terhempas
Ke tanda tanya

-Banda Neira-


Friday 4 October 2013

Feeling Afraid

Sebenarnya ketakutan itu apa sih?

Cuma perasaanmu aja kok.

Banyak orang bilang, 
“..sebenarnya ketakutan itu kan hanya berasal dari pikiran kita..”

Ketakutan itu, cara tubuh kita merespon sesuatu rangsangan/stimulant tertentu yang dirasa mengancam. Jadi bagus kok kalo kita masih bisa merasa takut, tandanya radar dalam tubuh kita masih bekerja memberi tahu kita akan ada sesuatu yang entah, hanya sedikit membuat kita merasa tidak nyaman atau bahkan mengancam.

Lalu mengapa harus ada bagian dari tubuh kita yang ikutan bereaksi saat kita ketakutan? Saya merasa tidak masalah dengan rasa takut ini, tapi sangat bermasalah dengan reaksi tubuh yang ditimbulkan. Well, karena otak kita sebegitu kerennya, dia mengirimkan sinyal ketakutan itu ke kelenjar-kelenjar penghasil hormon tertentu yang kemudian mensekresikan hormon sehingga munculah efek-efek tertentu.

Nah, masalahnya adalah ketika yang muncul adalah ketakutan atau kecemasan yang berlebihan atau tidak beralasan. Well, sebenarnya tidak ada ketakutan yang tanpa alasan, yang ada adalah kita yang tak bisa menerima kondisi tersebut tanpa kita sadari. Fenomena ini mungkin lebih dikenal dengan syndrome phobia atau trauma. Ada berbagai jenis phobia. Phobia ketinggian, phobia gelap, phobia ruang tertutup, bahkan nosophobia –ketakutan terserang penyakit.

Lalu trauma itu apa? Trauma adalah sebuah ketakutan yang tak terselesaikan, dalam artian pengalaman ketakutan yang selalu berulang yang dipicu oleh sebuah kondisi tertentu, karena pada awal mula terjadinya, pernah terjadi hal yang tak bisa diterima alam bawah sadar kita mengenai kondisi tersebut. Sehingga ketika di kemudian hari kondisi itu muncul, alam bawah sadar kita otomatis menolak karena tak ingin merasakan hal yang sama, yang pernah terjadi sebelumnya. Nah trauma itu bisa muncul dalam bentuk ketakutan dan kecemasan itu sendiri. Bayangkan saja seperti sebuah luka sayatan di permukaan kulit kita, sekalipun sudah kering dan sembuh ada yang menyisakan bekas bahkan lebih sensitif dibanding permukaan kulit yang lain.

Jadi, menurut saya kira-kira begini alurnya:
stimulant yg mengindikasikan ancaman (masa lalu) -ketakutan (masa lalu) -tak terselesaikan, tidak bisa diterima alam bawah sadar kita -stimulant yg sama (masa sekarang ) -ketakutan/kecemasan saat ini (disebut trauma) -menjadi berlebihan atau disorder (disebut fobia)

Kemudian hal yang sangat mengganggu adalah ketika ketakutan yang nggak terselesaikan ini merasuk ke dalam bawah sadar kita, dan muncul melalui mimpi-mimpi buruk yang menghantui tidur kita. Ini terjadi  karena kita tidak bisa mengalahkan rasa takut kita di dunia nyata. Dan menurut saya, tidur adalah masa paling jujur dalam periode hidup manusia. Tidur selalu apa adanya, tak bisa bersandiwara dan tak perlu bertopeng.

Kembali pada topik awal: ketakutan. Lalu bagaimana jika ketakutan yang muncul adalah ketakutan terhadap manusia lain? Saya pernah mendengar dari sebuah acara On The Spot, ada seorang yang dibuang sedari lahir, kemudian dirawat oleh binatang dan akhirnya ditemukan kembali oleh publik dan niatnya mau diselamatkan oleh sesama manusia, tapi dianya malah ketakutan karena nggak pernah liat manusia. Ironis bukan? Saya melihat tayangan ini dalam salah satu penantian saya di sebuah halte trans jogja, jadi nggak terlalu nyimak.


Tentunya apabila ketakutan itu masih berada pada ranah yang wajar dengan ukuran yang tepat, kita justru semestinya bersyukur masih memiliki radar yang baik. Karena radar ketakutan itu setipe sama hati nurani kita, kalau terlalu sering kita abaikan, seiring waktu maka kita nggak pernah bisa mendengarkan lagi bisikannya. Namun apabila ternyata ketakutan yang kita miliki mulai nyeleneh, sudah sepantasnya kita mulai mengabaikannya. Bisa dengan terapi atau hanya dengan bermodalkan sugesti.