Monday 15 July 2013

Ambulance, not my mine.

Hai. Hari ini aku kembali mengunjungi tempat itu dan kembali menunggu seseorang hingga batas waktu yang sama: pukul 22.00 sebelum kemudian memutuskan pulang dengan perasaan yang entah, mungkin lebih baik atau sama saja. Padahal ketika orang yang dinantikan datang, aku toh juga belum tau akan berkisah dari mana. Selalu begitu.

Di dunia ini, aku hanya bisa berkisah pada dua sosok manusia. Kisah yang menyublimkan segala perasaan melalui gesture atau ekspresi, entah bahagia yang membuncah setelah berhaha hihi dengan kawan lama, perasaan excited setelah menemukan hal atau sosok baru yang begitu mempesona, atau justru kekosongan. Ya, intinya seluruh hingar bingar di sudut hati.

Mereka bukan seorang motivator, bukan psikolog, bukan therapis, bukan pula pendengar yang baik. Mereka hanyalah dua teman yang baik, tapi cukup untuk memicu ketergantungan tersendiri untuk terus bersandar. Aku tak tahu apakah ini kabar baik atau buruk, karena kemudian akibatnya ketika dua teman yang baik ini tidak berada pada waktu, tempat, dan keadaan yang tepat dan tak ada yang mampu menggantikan kedua sosoknya, maka yang ada hanya mendung, mendung, dan terus mendung..

Karena bagiku orang-orang yang memampang kisahnya di dunia manapun, tak ubahnya seorang pelacur yang menawarkan dirinya, atau seorang pengemis yang meminta minta kepada setiap orang yang lewat. Ya, mungkin memang tak se-ekstrem demikian.

Aku hanya lupa bahwa kedua sosok itu pernah berbisik, “Helooo, I’m not your ambulance..”  dalam sebuah lagu yang mendesau di atas lincak.



Dalam pelarian hati, 
yang menunggu hujan membasuh segala keresahanku.


Ternyata perjalanan itu masih kurang panjang untuk mengusir kegundahan hati. Haruskah kita terus berlari hanya untuk mendamaikan hati yang resah, ataukah langit mulai berbaik hati mau menjatuhkan rintik hujan pengganti mendung yang berketerusan ini?

Helooo My Mood Booster, where have you gone?