Tuesday 24 November 2015

Tentang Mereka yang Datang dan Pergi

Katakanlah aku sedang terguncang.

Pada detik ini aku bersumpah aku tidak mau memiliki hewan peliharaan apapun, terlalu menyakitkan melihat mereka datang dan pergi, juga melihat mereka menderita.

Kemarin aku melihat seekor anak kucing tergencet ban depan mobilku. Ceritanya ayahku mau sedikit memajukan mobil, dan rupanya si kucing sedang bermain-main disana. Maka si anak kucing tidak berhenti menjerit mengeong-ngeong. Ayahku, aku, dan adekku berusaha mendorong mobil mundur tapi mobil tidak bergerak. Kita berusaha mengangkat ban mobil tapi juga tidak berhasil. Lalu ayahku menyalakan mesin mobil dan memundurkan mobil.

Aku shock, tangan dan kakiku tidak berhenti gemetar. Sensasinya seperti saat kita berada di ketinggian lalu melihat ke bawah. Ingin rasanya aku menenangkan anak kucing itu, memeluknya, menggenggam tangannya, membisikkan kata-kata menenangkan, dan membawakannya segelas air putih, selayaknya menenangkan manusia yang sedang terguncang. Tapi aku tidak bisa. Aku tidak tahu bagaimana caranya menenangkan binatang yang terluka baik fisik maupun jiwanya. Maka aku hanya bisa menangis, dan tak berhenti menangis. Hingga kuputuskan untuk berjalan-jalan sore melihat sunset di Kota Jogja.

***

Sejarah hewan peliharaan yang pernah kumiliki bermula pada saat aku masih SD. Kala itu kami memiliki 2 ekor kelinci kecil putih yang lucu. Satu kelinci mati setelah lingkungan rumah kami di fogging. Maka kami berasumsi bahwa kelincinya mati karena fogging. Kemudian satunya lagi mati pada suatu pagi sebelum aku berangkat sekolah. Jadi memang kalau malam kelincinya dimasukin ke garasi rumah, tapi kalau pagi sampai sore dibiarkan berkeliaran lepas di halaman belakang rumahku yang luas. Pada suatu pagi yang tragis itu, aku berniat mengeluarkan sang kelinci ke halaman belakang rumah. Aku membuka pintu belakang rumah dan sang kelinci berlari-lari kecil. Tiba-tiba muncul seekor kucing dari tembok halaman belakang, dan kucing itu memakan kelinciku begitu saja. Aku hanya bisa terpaku dan tentu saja menangis.

Kemudian hewan yang pernah menjadi peliharaan di rumahku dalam waktu cukup lama adalah seekor kucing kampung berwarna coklat-oranye belang, yang kuberi nama Chocoreto –bahasa jepang katakana (serapan) untuk coklat makanan dan bukan coklat warna.

Aku memang suka agak berbeda dalam memberi nama. Seperti aku memberi nama boneka sapiku Mongmongi –yang merupakan cara orang-orang korea menyebut anjing, seperti orang Indonesia menyebut anjing dengan sebutan gukguk. Aku memberi nama demikian karena boneka sapiku itu bentuknya aneh, badannya lebih menyerupai babi tapi jelas bahwa sebenarnya itu adalah boneka sapi. Maka Mongmongi adalah singkatan dari Mowmow and Piggy, tentusaja dengan sedikit maksa. Sepert aku menamai boneka kucing milik adekku, Cat Miaowdalton yang cantik seperti Kate Middleton nya Pangeran Harry. Aku bahkan pernah memberi nama hamster peliharaan kami Felis tigris, karena dia adalah seekor hamster jantan yang macho.

Kembali pada Chocoreto, dia cukup berkesan untukku karena menurutku dia adalah kucing yang berkarakter. Hal yang paling kuingat adalah kebiasaannya memaksa masuk rumah dengan mengketuk-ketuk pintu dan jendela. Dan pada suatu pagi setelah hujan dimalam harinya, kami menemukan Chocoreto sudah tak bernyawa di belakang rumahku.

Kemudian ada juga hamster-hamster dan kura-kura brazil.

Dan yang terakhir, sepulang aku dari ekspedisi di Flores, rumahku kembali kedatangan kucing kampung yang lucu dan diberi nama Tara. Tara datang dengan membawa anak-anaknya yang setengah anggora karena mungkin saja dia kawin sama kucing anggora entah dimana. Tapi waktu aku pulang, yang ada tinggal Tara karena anak-anaknya sudah pergi dan hilang, mungkin diambil orang. Lalu Tara hamil lagi dan melahirkan 6 anak kucing: satu berwarna seperti induknya (putih hitam), satu berwarna putih kuning, dua kembar berwarna coklat keabu-abuan, satu berbulu lebat yang warnanya mirip si kembar tapi lebih dengan dominasi coklat, dan yang terakhir berwarna abu-abu polos seperti koala. Rupanya Tara memang punya banyak gen berbeda di dalam tubuhnya. Aku sengaja tidak memberi nama untuk anak-anak Tara karena mungkin saja mereka akan segera hilang satu persatu. Tapi rupanya mereka bertahan cukup lama disini. Salah satu dari si kembarlah yang menjadi korban dalam insiden siang kemarin.

Aku memang bukan pecinta binatang, tapi aku bisa merasakan romantisme bersama mereka yang sudah lama berada di sekelilingku. Maka aku tidak menginginkan siapapun berjarak terlalu dekat dalam waktu yang lama denganku. Karena aku hanya tidak ingin terluka, sederhana bukan?