Tuesday 19 April 2016

Attention, please!

Mengapa kita perlu mengungkapkan rasa sayang kita pada orang lain?

Karena tidak semua orang sadar bahwa dirinya disayangi.

Toh pada dasarnya semua orang butuh diperhatikan. Maka ketika seseorang atau sekelompok orang merasa tidak diperhatikan, mereka akan berusaha mencari perhatian. Apabila cara damai gagal menarik perhatian, mereka beralih menggunakan cara rusuh, dan bila keduanya juga tidak mempan, masih ada cara ke-3 yaitu aksi dramatis melankolis untuk menarik simpati seluruh dunia. Itu menurut saya.

Akhir-akhir ini #dipasungsemen ramai diperbincangkan masyarakat di dunia maya dan hadir pula dalam obrolan nyata di tempat-tempat nongkrong mahasiswa. Aksi 9 petani perempuan yang rela kedua kakinya dipasung semen, menyentuh sisi kemanusiaan manusia yang masih memilikinya. Bisa jadi aksi mereka tulus mencari perhatian seantero nusantara, hingga mereka didengar presiden dan dibela hak-haknya. Bisa jadi juga mereka dicekoki pihak LSM dan lembaga-lembaga berkepentingan yang memanfaatkan kepolosan para petani desa untuk mencapai kepentingan mereka. Saya tidak tahu mana yang benar, karena semua hal saat ini selalu ditumpangi kepentingan politik. Bahkan katanya, saat ini sudah susah dibedakan mana aktivis lingkungan yang memang peduli pada bumi dan ekologisnya dengan mana yang menggembor-gemborkan aksi anti global warming demi kepentingan sendiri.

Senior saya pernah bercerita mengenai konsep REDD+ dan carbon trading yang intinya Indonesia sebagai negara yang berada pada belahan bumi beriklim tropis tidak boleh mengurangi luasan hutan, bertanggungjawab mengimbangi emisi karbon dari negara-negara industri dengan hutan-hutan hujan tropisnya yang lebat. Terdapat kesepakatan bahwa setiap negara memiliki batasan maksimal emisi karbon, apabila negara tersebut mengeluarkan emisi karbon lebih dari batasan yang ditentukan maka negara tersebut harus membayar pada negara yang emisi karbonnya kurang dari ambang batas maksimal. Terkadang saya merasa ini bentuk baru dari penjajahan. Neo-imperialism. Mereka para negara maju terus mengembangkan industri mereka hingga makin maju, sedangkan negara berkembang dilarang mengembangkan industrinya dengan dalih menjaga keseimbangan alam. Meskipun negara maju membayar biaya kelebihan emisi pada negara berkembang, namun saya rasa seberapapun jumlah yang mereka bayar tetap tidak mengubah negara berkembang menjadi negara maju.

Hal ini seperti sebuah keluarga yang miskin dimana sang kakak menyuruh sang adik untuk berhemat agar mereka berdua bisa makan layak 3 kali dalam sehari, namun disisi lain ternyata sang kakak menyuruh sang adik berhemat demi kepentingannya sendiri supaya dia bisa membeli barang-barang branded.

Kembali pada kebutuhan manusia akan perhatian, manusia yang kelewat frustasi parah dan haus perhatian bahkan rela bunuh diri untuk mengundang simpati massa. Mereka yang demikian, biasanya sengaja bunuh diri di keramain seperti melompat dari lantai atas Mall. 

Hari ini saya membaca koran yang memberitakan Mohamed Bouazizi, seorang pemuda Tunisia yang bunuh diri dengan membakar dirinya di keramaian pasar karena putus asa terhadap hidupnya, akibat perlakuan semena-mena dari rezim diktator yang tengah berkuasa. Tapi kemudian aksi tersebut justru menyulut kemarahan masyarakat luas pada rezim yang saat itu sedang berkuasa dan mendorong pemberontakan revolusioner. Bahkan aksi bunuh diri Bouazizi justru menjadi simbol perlawanan terhadap rezim diktator, tak hanya di Tunisia tapi juga merembet di negara-negara sekitarnya.

Saya pernah membaca novel percintaan karangan Mira W. Ceritanya ada sepasang kekasih, kemudian si laki-laki ternyata jatuh cinta pada sahabat si perempuan. Dan ternyata cintanya tidak bertepuk sebelah tangan, sang sahabat perempuan juga mencintai pacar sahabatnya. Perempuan yang dikhianati ini lalu melakukan bunuh diri, namun gagal. Dia terus mengancam pasangan yang sama-sama sedang jatuh cinta itu untuk berpisah bila tidak ingin dirinya bunuh diri lagi. Nah, disini kadang saya merasa itu merupakan perbuatan curang. Atas dasar humanisme, yang mana berada di atas kepentingan cinta dan kepentingan apapun, tentu saja segala keinginannya akan mudah terpenuhi. 

Seperti hal nya aksi demonstrasi yang sudah menyentuh sisi humanisme, aksi penyiksaan diri yang bisa berbuntut pada kematian, aksi mogok makan, dsb, mungkin akan lebih cepat terpenuhi tuntutannya, dengan terpaksa tapi.

Menurut saya agak kurang fair menuntut sesuatu dengan cara menekan sisi humanisme seseorang/publik. Masih ada banyak cara lain yang lebih berkelas, menurut saya, seperti berdialog atau melakukan kajian analisis untuk pengambilan keputusan yang melibatkan kepentingan banyak pihak. Namun ketika segalanya selalu diputuskan sepihak, dan kepentingan mereka yang lemah tidak lagi di dengar, mungkin mencari perhatian dengan drama melankolia menjadi satu-satunya alternatif yang bisa digunakan.

Sekali lagi, tidak semua orang sadar bahwa dirinya diperdulikan. Sebaiknya kita mulai mengungkapkan kepedulian kita pada orang-orang di sekitar kita sebelum mereka mencari perhatian dengan caranya masing-masing. Tidak perlulah kita menunggu datangnya drama melankolia yang lain. Ketika semua pihak sadar bahwa kepentingannya tidak diabaikan, mungkin tidak akan ada lagi drama. Hingga semua orang jenuh, muak dengan keseimbangan dan mulai merindukan drama kehidupan lagi.


Tuesday 12 April 2016

Childhood

Akhir-akhir ini beberapa teman sering mengeluarkan celetukan yang intinya menyindir mereka-mereka yang begitu membanggakan kebahagiaan masa kecilnya dengan berbagai permainan anak, artis anak yang menyanyikan lagu anak-anak, serta film kartun yang ngehits pada masanya. Seolah-olah anak kelahiran satu dekade setelah mereka tidak memiliki masa kecil yang bahagia karena saat ini permainan anak-anak sudah mulai kehilangan daya tarik, kalah saing dengan teknologi bernama gadget. 

Padahal toh setiap angkatan mempunyai romantismenya masing-masing.

Kemudian saya teringat masa-masa kecil saya bersama anak-anak sepantaran saya di sekitar rumah saya. Kami sering bermain petak umpet, kasti, gobak sodor, dan jekjekan di halaman masjid apabila tidak ada jadwal TPA. Kadang kami sepedaan mengitari kompleks, atau bermain petualangan-mesin-waktu, bermain peran-jadi-powerranger atau Tokyo Miu Miu, atau sekedar main barbie, main catur, main dakon, atau main bekel. Atau kadang di minggu pagi kami meminjam bola basket milik mas-mas yang ngekost di rumah teman saya terus sok-sokan main basket di lapangan basket milik universitas di dekat rumah kami.

Dan yang tiba-tiba membuat saya terkenang masa-masa itu adalah tetangga sepantaran saya baru saja melangsungkan pernikahan beberapa hari yang lalu. Dia seorang laki-laki yang dulu pada masa saya masih anak-anak, dan tentunya dia juga masih anak-anak, dia pendiam, rada judes sama anak perempuan, dan well ya menurut kami para anak perempuan, si anak laki-laki ini adalah sosok yang cool. Teman perempuan sepermainan saya kemudian jatuh hati dan memutuskan mengirimkan surat cinta. Tentu saja jatuh hati ala cinta monyetnya anak SD lah ya. Kala itu saya berbaik hati memberikan surat cinta teman saya pada si anak laki-laki, dengan mencegatnya sepulang sholat maghrib di masjid sekitar rumah kami. Teman-teman saya bersembunyi dan mengintip dari belakang tembok. Dan oleh si anak laki-laki itu suratnya langsung dibuang didepan mata kami sebelum dibuka sama sekali. Cowok so(k) cool memang kadang rada sadis men. Ketika saya menghadiri resepsi pernikahan si anak laki-laki yang tentu saja saat ini sudah dewasa, rasanya saya ingin tertawa mengingat masa itu.

Lalu ada teman seumuran saya yang semenjak kami SD sudah cantik, putih, kurus, tinggi, dan langsing.  Berhubung di sekitar rumah saya ada banyak kost cowok, ada mas-mas yang nembak teman saya itu karena mengiranya udah SMA. Oh My God! 

Lalu kami pernah juga iseng menjahili anak kost yang lain, dengan berpura-pura mengirim surat cinta dari Mbak Putri. Dan setiap ketemu si mas itu kita tidak lupa bilang, 'Mas, dapet salam dari Mbak Putri'. Padahal tidak pernah ada yang namanya Mbak Putri, dia hanya tokoh rekaaan kita aja yang pengen ngisengin mas-mas ganteng. Dan sepertinya si mas ganteng percaya, karena dia juga membalas surat cinta dari Mbak Putri.

Ah, masa kecil itu masa yang menyenangkan dimana kita belum dipisahkan tingginya pagar rumah dan kesibukan individual ala orang dewasa perkotaan. Juga dipisahkan perasaan tidak nyaman, ketika ingin menyapa atau bercakap bebas tentang apapun, karena satu dan lain hal.