Monday 4 February 2013

Kurikulum 2013, Perlukah Ada?

Saya termasuk dari sekian orang yang pernah menjadi korban dari perubahan kurikulum pendidikan, yang kesannya labil banget ini.

Awal saya masuk SD, kurikulum yang masih berlaku adalah kurikulum GBHN 1994, kemudian sekitar kelas 4SD kami dihadapkan pada sebuah kurikulum baru, yaitu KBK –Kurikulum Berbasis Kompetensi. Berdasar kurikulum ini, guru selalu menuntut kami, murid-muridnya, untuk selalu aktif di kelas –aktif dalam menjawab pertanyaan, aktif maju ke depan kelas, dan kesemuanya itu dengan iming-iming nilai tambahan. Tak hanya mengusung konsep ini, materi-materi dalam suatu pelajaran juga di susun ulang. Sehingga terasa aneh seingat saya, saya mempelajari bab yang sama, di kelas 4 dan mengulanginya lagi di kelas 6.

Kemudian, baru berjalan beberapa tahun, kami kembali dihadapkan pada kurikulum yang baru lagi, KTSP –Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Sampai sekarang saya masih tidak memahami apa maksud dari nama kurikulum ini. Padahal dengan kurikulum sebelumnya saja, kami belum cukup bercengkarama untuk bisa dikatakan akrab. Kami sudah harus berusaha mengenal si kurikulum baru lagi, yang kali ini sering diplesetkan menjadi Kurikulum Tak Siap Pakai. Mau tak mau buku pegangan yang kami pakai pun harus menyesuaikan dengan kuikulum yang baru ini. Yang biasanya saya memakai buku lungsuran dari kakak saya yang sangat masih bisa digunakan kembali, kini saya harus membeli buku-buku baru, dan tentunya hal ini menjadi pemborosan yang sebenarnya tidak perlu.

Kemudian saya terpikir pada kurikulum perkuliahan yang diperbaharui secara rutin setiap 5 tahun sekali, well khususnya di kampus saya, UGM tercinta. Menurut saya ini tidak menjadi masalah karena sistemnya jelas, dan memang diharapkan kita segera lulus untuk tidak sempat terkena pergantian kurikulum ini. Sekalipun sempat merasakan, untuk jurusan saya akan ada remediasi khusus untuk mata kuliah yang dihapuskan pada kurikulum yang baru, dan bentuk penyesuaian yang lain. Untuk jurusan lain, angkatan atas yang melewati masa pergantian kurikulum ini tidak terpengaruh pada kurikulum baru, jadi mereka tetap mengikuti kurikulum yang lama dan kurikulum baru akan diterapkan pada mahasiswa yang baru masuk. Yeaah, kebijakan yang bagus..

Kembali pada kurikulum 2013, perlukah ada? Kadang ada selentingan yang berpendapat bahwa pergantian kurikulum hanyalah bentuk eksistensi seorang mentri pendidikan. Mereka ingin dikenal, ingin diingat, sehingga mereka berlomba-lomba untuk membuat kurikulum baru saat naik tahta.

Saya sendiri belum sempat mencari tahu substansi apa yang mendasari kurikulum ini. Saya hanya ingin menyoroti sebaiknya dalam memutuskan pergantian kurikulum ini juga mempertimbangkan para pelajar yang menjadi objek dan merasakan dampaknya. Well, hanya mengingatkan, tidak pernah menyenangkan menjadi seorang kelinci percobaan.

Mungkin saya akan melanjutkan tulisan ini di kesempatan yang lain saat saya sudah sedikit lebih paham mengenai substansi kurikulum ini..

No comments:

Post a Comment