Saturday 20 January 2018

IELTS

Sudah lama saya ingin memulai belajar IELTS, tapi baru belakangan ini memberanikan diri mengambil kursusnya. Untuk mengambil kursus inipun saya harus pemanasan dulu dengan mengambil short course TOEFL, hanya untuk tau sesungguhnya saya separah itu atau tidak. Dan ternyata, saya memang sepayah itu. 

Sudah lama saya tidak merasa bodoh di kelas, dalam artian merasa tertinggal dan tertatih-tatih memahami materinya. Dan ini bagus untuk saya, karena selama ini hal semacam ini menjadi motivasi terbesar saya untuk belajar. Lagipula, tujuan saya ikut les kan supaya tercambuk. Kalau belajar sendiri di rumah, saya merasa kurang tercambuk sehingga lebih memilih menikmati serial netflix atau drama korea dan terutama tak bisa menjauh dari godaan kasur.

Saya yang masih awam sekali dengan IELTS, tidak menyangka bahwa IELTS berlipat-lipat kali lebih menantang daripada TOEFL. IELTS terdiri dari 4 bagian: reading, writing, speaking, dan listening, dengan jenis soal bukan pilihan ganda. 

Writing terdiri dari 2 bagian, writing task 1 dimana kita harus menganalisis dan mendeskripsikan diagram atau siklus; dan writing task 2 dimana kita diminta menulis essay tentang opini, bothside, maupun two part question. Pertanyaannya bisa sangat random. Saya pernah mendapat pertanyaan opini yang menyebutkan fakta bahwa di beberapa negara, elder populationnya tinggi. Menurutmu itu cenderung positif atau negatif, dan sebutkan alasannya. Juga pertanyaan tentang penyebab global warming dan bagaimana upaya yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengatasinya. Juga pertanyaan tentang university education yang membantu kita mendapat pekerjaan yang lebih baik, namun sebenarnya punya manfaat lebih luas bagi individu maupun sosial. Kita diminta mendiskusikan kedua sudut pandang beserta alasan pendukungnya. Well, ketika diminta menulis esai berbahasa indonesia dengan menjawab pertanyaan di atas saja sudah membuat kita memutar otak. Nah ini diminta menulis dalam bahasa inggris. Berhasil menulis dalam bahasa inggris formal tanpa kesalahan gramatikal saja sudah hebat. Nah ini, ada kriteria lain yang dinilai untuk bisa mendapat score yang tinggi. Semua secara transparan dijelaskan dalam band descriptor IELTS.

Maka mau tak mau, saya harus brainstorming. Karena langsung menulis tanpa brainstorming dan menyusun controlling idea dan supporting idea nya, akan membuat kita dihadapkan pada writer's block. Hal itu tentunya akan menghabiskan waktu kita yang tidak banyak. Writing task 1 diberi waktu 20 menit untuk menulis minimal 150 kata, sedangkan writing task 2 diberi waktu 40 menit untuk menulis minimal 250 kata. 

Kriteria lain yang saya sebutkan di atas adalah seberapa kompleks kalimat-kalimat yang kita buat, semakin kompleks semakin baik. Kalau bisa jangan selalu menggunakan present tense tapi dikombinasi dengan tenses lain. Harus bisa memparafrase kalimat pembuka, sebisa mungkin berbeda dengan kalimat pada soal walaupun memiliki maksud yang sama. Dan sebisa mungkin memperlihatkan variasi vocab.

Speaking terdiri dari 3 bagian: bagian pertama tentang informasi personal, bagian ke-2 tentang sebuah topik tertentu, dan bagian ke-3 diskusi lebih lanjut terkait topik sebelumnya. Lagi-lagi saya sering merasa tertodong dengan pertanyaan yang seringkali tak terduga. Seperti ketika saya diminta mendeskripsikan sebuah benda yang membantu saya dalam kegiatan sehari-hari, dalam 2 menit. Atau ketika diminta menceritakan tentang idola saya, padahal saya tak punya sosok idola. Atau apabila diminta menceritakan tentang suatu barang yang pernah kita beli lalu menyesal telah membelinya. Atau menceritakan tentang sebuah surat yang pernah kita terima. Atau diminta mendeskripsikan workspace idaman kita, atau diminta menjelaskan rekan kerja seperti apa yang kita inginkan, mendeskripsikan tempat menarik yang pernah dikunjungi, menceritakan memorable dinner, dsb. Sejujurnya saya kewalahan, untuk menjawab dalam bahasa indonesia saja saya membutuhkan jeda cukup panjang. 

Saya kangen ditodong pertanyaan-pertanyaan abstrak, yang tanpa tedeng aling-aling dan hanya membutuhkan jawaban spontan. Supaya saya terbiasa menjawab pertanyaan, refleks tanpa perlu berpikir lama. Seperti ketika kita sedang duduk-duduk sambil membaca koran, lantas ditanya menurutmu Tatjana Saphira cantik enggak, kenapa tuh? Atau ketika sedang makan bakso  tiba-tiba ditanya kamu pendukung teori flat earth atau bumi bulat, alasannya apa? Atau ketika kita sedang dalam perjalanan ke suatu tempat, ditanya menurutmu islam nusantara itu gimana? Atau tentang muslim rohingya dan pengungsi dari negara lain yang mencari suaka di negara kita. Dan pertanyaan-pertanyaan sejenis yang sebenernya perlu dipikir tapi gausah dipikir-pikir banget.

Mungkin otak saya cuma kaget aja, udah lama gak dipake lantas diminta brainstorming. Jadi rupanya memang terjadi badai di dalam otak saya yang kalang kabut berusaha mencari jawaban. Tak heran setiap pulang les, saya merasa energi saya tersedot cukup banyak. Haha

Selain itu tentunya saya harus memperbanyak membaca dan berlatih, terutama dalam writing dan speaking. Seorang teman pernah menulis, untuk mendapatkan foto yang bagus kita bisa aja mengedit sedemikian rupa, tapi kita tidak bisa memanipulasi tulisan kita. Tulisan kita menggambarkan pikiran kita, tidak bisa kita manipulasi. Setuju sekali dengan pendapat teman saya itu, saya kadang menilai orang dari gaya tulisannya. Karena tulisan bisa menjelaskan kepribadian seseorang, sangat menjelaskan seperti apa pola berpikirnya, apa saja literatur bacaannya, dan lain sebagainya. 

Overall, belajar IELTS itu seru kok. Kapan-kapan kuceritain tentang reading sama listening nya. Lebih seru lagi kalo belajar bareng sama orang yang sama-sama mengejar  target dan asyik buat saling menertawakan kebodohan masing-masing, seperti teman-teman di kelas saya. Kadang seru loh punya teman yang bisa diajak menertawakan kebodohan kita bersama. Hehe

No comments:

Post a Comment