Tuesday 12 April 2016

Childhood

Akhir-akhir ini beberapa teman sering mengeluarkan celetukan yang intinya menyindir mereka-mereka yang begitu membanggakan kebahagiaan masa kecilnya dengan berbagai permainan anak, artis anak yang menyanyikan lagu anak-anak, serta film kartun yang ngehits pada masanya. Seolah-olah anak kelahiran satu dekade setelah mereka tidak memiliki masa kecil yang bahagia karena saat ini permainan anak-anak sudah mulai kehilangan daya tarik, kalah saing dengan teknologi bernama gadget. 

Padahal toh setiap angkatan mempunyai romantismenya masing-masing.

Kemudian saya teringat masa-masa kecil saya bersama anak-anak sepantaran saya di sekitar rumah saya. Kami sering bermain petak umpet, kasti, gobak sodor, dan jekjekan di halaman masjid apabila tidak ada jadwal TPA. Kadang kami sepedaan mengitari kompleks, atau bermain petualangan-mesin-waktu, bermain peran-jadi-powerranger atau Tokyo Miu Miu, atau sekedar main barbie, main catur, main dakon, atau main bekel. Atau kadang di minggu pagi kami meminjam bola basket milik mas-mas yang ngekost di rumah teman saya terus sok-sokan main basket di lapangan basket milik universitas di dekat rumah kami.

Dan yang tiba-tiba membuat saya terkenang masa-masa itu adalah tetangga sepantaran saya baru saja melangsungkan pernikahan beberapa hari yang lalu. Dia seorang laki-laki yang dulu pada masa saya masih anak-anak, dan tentunya dia juga masih anak-anak, dia pendiam, rada judes sama anak perempuan, dan well ya menurut kami para anak perempuan, si anak laki-laki ini adalah sosok yang cool. Teman perempuan sepermainan saya kemudian jatuh hati dan memutuskan mengirimkan surat cinta. Tentu saja jatuh hati ala cinta monyetnya anak SD lah ya. Kala itu saya berbaik hati memberikan surat cinta teman saya pada si anak laki-laki, dengan mencegatnya sepulang sholat maghrib di masjid sekitar rumah kami. Teman-teman saya bersembunyi dan mengintip dari belakang tembok. Dan oleh si anak laki-laki itu suratnya langsung dibuang didepan mata kami sebelum dibuka sama sekali. Cowok so(k) cool memang kadang rada sadis men. Ketika saya menghadiri resepsi pernikahan si anak laki-laki yang tentu saja saat ini sudah dewasa, rasanya saya ingin tertawa mengingat masa itu.

Lalu ada teman seumuran saya yang semenjak kami SD sudah cantik, putih, kurus, tinggi, dan langsing.  Berhubung di sekitar rumah saya ada banyak kost cowok, ada mas-mas yang nembak teman saya itu karena mengiranya udah SMA. Oh My God! 

Lalu kami pernah juga iseng menjahili anak kost yang lain, dengan berpura-pura mengirim surat cinta dari Mbak Putri. Dan setiap ketemu si mas itu kita tidak lupa bilang, 'Mas, dapet salam dari Mbak Putri'. Padahal tidak pernah ada yang namanya Mbak Putri, dia hanya tokoh rekaaan kita aja yang pengen ngisengin mas-mas ganteng. Dan sepertinya si mas ganteng percaya, karena dia juga membalas surat cinta dari Mbak Putri.

Ah, masa kecil itu masa yang menyenangkan dimana kita belum dipisahkan tingginya pagar rumah dan kesibukan individual ala orang dewasa perkotaan. Juga dipisahkan perasaan tidak nyaman, ketika ingin menyapa atau bercakap bebas tentang apapun, karena satu dan lain hal. 

No comments:

Post a Comment