Friday 4 October 2013

Feeling Afraid

Sebenarnya ketakutan itu apa sih?

Cuma perasaanmu aja kok.

Banyak orang bilang, 
“..sebenarnya ketakutan itu kan hanya berasal dari pikiran kita..”

Ketakutan itu, cara tubuh kita merespon sesuatu rangsangan/stimulant tertentu yang dirasa mengancam. Jadi bagus kok kalo kita masih bisa merasa takut, tandanya radar dalam tubuh kita masih bekerja memberi tahu kita akan ada sesuatu yang entah, hanya sedikit membuat kita merasa tidak nyaman atau bahkan mengancam.

Lalu mengapa harus ada bagian dari tubuh kita yang ikutan bereaksi saat kita ketakutan? Saya merasa tidak masalah dengan rasa takut ini, tapi sangat bermasalah dengan reaksi tubuh yang ditimbulkan. Well, karena otak kita sebegitu kerennya, dia mengirimkan sinyal ketakutan itu ke kelenjar-kelenjar penghasil hormon tertentu yang kemudian mensekresikan hormon sehingga munculah efek-efek tertentu.

Nah, masalahnya adalah ketika yang muncul adalah ketakutan atau kecemasan yang berlebihan atau tidak beralasan. Well, sebenarnya tidak ada ketakutan yang tanpa alasan, yang ada adalah kita yang tak bisa menerima kondisi tersebut tanpa kita sadari. Fenomena ini mungkin lebih dikenal dengan syndrome phobia atau trauma. Ada berbagai jenis phobia. Phobia ketinggian, phobia gelap, phobia ruang tertutup, bahkan nosophobia –ketakutan terserang penyakit.

Lalu trauma itu apa? Trauma adalah sebuah ketakutan yang tak terselesaikan, dalam artian pengalaman ketakutan yang selalu berulang yang dipicu oleh sebuah kondisi tertentu, karena pada awal mula terjadinya, pernah terjadi hal yang tak bisa diterima alam bawah sadar kita mengenai kondisi tersebut. Sehingga ketika di kemudian hari kondisi itu muncul, alam bawah sadar kita otomatis menolak karena tak ingin merasakan hal yang sama, yang pernah terjadi sebelumnya. Nah trauma itu bisa muncul dalam bentuk ketakutan dan kecemasan itu sendiri. Bayangkan saja seperti sebuah luka sayatan di permukaan kulit kita, sekalipun sudah kering dan sembuh ada yang menyisakan bekas bahkan lebih sensitif dibanding permukaan kulit yang lain.

Jadi, menurut saya kira-kira begini alurnya:
stimulant yg mengindikasikan ancaman (masa lalu) -ketakutan (masa lalu) -tak terselesaikan, tidak bisa diterima alam bawah sadar kita -stimulant yg sama (masa sekarang ) -ketakutan/kecemasan saat ini (disebut trauma) -menjadi berlebihan atau disorder (disebut fobia)

Kemudian hal yang sangat mengganggu adalah ketika ketakutan yang nggak terselesaikan ini merasuk ke dalam bawah sadar kita, dan muncul melalui mimpi-mimpi buruk yang menghantui tidur kita. Ini terjadi  karena kita tidak bisa mengalahkan rasa takut kita di dunia nyata. Dan menurut saya, tidur adalah masa paling jujur dalam periode hidup manusia. Tidur selalu apa adanya, tak bisa bersandiwara dan tak perlu bertopeng.

Kembali pada topik awal: ketakutan. Lalu bagaimana jika ketakutan yang muncul adalah ketakutan terhadap manusia lain? Saya pernah mendengar dari sebuah acara On The Spot, ada seorang yang dibuang sedari lahir, kemudian dirawat oleh binatang dan akhirnya ditemukan kembali oleh publik dan niatnya mau diselamatkan oleh sesama manusia, tapi dianya malah ketakutan karena nggak pernah liat manusia. Ironis bukan? Saya melihat tayangan ini dalam salah satu penantian saya di sebuah halte trans jogja, jadi nggak terlalu nyimak.


Tentunya apabila ketakutan itu masih berada pada ranah yang wajar dengan ukuran yang tepat, kita justru semestinya bersyukur masih memiliki radar yang baik. Karena radar ketakutan itu setipe sama hati nurani kita, kalau terlalu sering kita abaikan, seiring waktu maka kita nggak pernah bisa mendengarkan lagi bisikannya. Namun apabila ternyata ketakutan yang kita miliki mulai nyeleneh, sudah sepantasnya kita mulai mengabaikannya. Bisa dengan terapi atau hanya dengan bermodalkan sugesti. 


No comments:

Post a Comment