Friday 6 May 2011

Published Diary #2

Satu hal yang mulai mengusik pikiran saya (again): saya tak pernah bisa jujur pada diri saya sendiri. Inilah bagian tersulit untuk menjadi seorang psikoanalis. Selama ini tanpa saya sadari, saya mengamati dan melkukan analisis terhadap pribadi saya sendiri. Itu membuat saya percaya mengapa angka bunuh diri seorang psikiater lebih tinggi dari masyarakat umumnya. Saya menulis begini seolah saya seorang psikoanalis saja..

Menurut saya, seorang psikoanalis itu seperti seorang public figure. Seperti seorang sales penumbuh rambut, siapa yang akan membeli obatmu jika kamu sendiri gundul? –got it?

Dan begitulah sindrom yang menyerang saya. Saya memiliki berbagai teori tersendiritentang sikap dan behavior seseorang yang mengacu pada kepribadian yang bersangkutan. Dan mau tak mau, saya pasti akan mulai menganalisis diri saya sendiri atau tepatnya kepribadian saya. Dan bila saya menemukan sikap yang tidak saya sukai, atau tepatnya tidak saya inginkan tertulis dalam autobiografi saya, saya mulai panik, berusaha untuk tidak menjadi diri saya sendiri. Dan mulai kacau, mengobrak abrik diri saya dari dalam.

Mungkin itu sedikit mirip dengan kasus para mahasiswa kedokteran yang begitu detail mempelajari semua sistem di tubuh kita, lengkap dengan semua gejala-gejala apabila ada yang tidak beres dengan salah satu organnya. Kemudian mereka akan terkena nosophobia –ketakutan terserang penyakit.

Kembali pada kepribadian saya. Well saya akui, saya adalah seorang ambisius yang perfectsionist.  Hanya saja saya selalu menyangkalnya karena padanan kedua sifat tersebut menurut saya tidak keren dan cenderung menyebalkan. Dan juga karena saya tak ingin di bilang cukup gila.

Berharap bertemu kembali dengan seseorang yang seperti saya, pengamat. Dan mungkin kami bisa berdiskusi dan saling berbagi pikiran mengenai ini dan apapun juga.



No comments:

Post a Comment