Tuesday 23 October 2018

My Daily Life (2)

Ada apa lagi dalam hidup saya?

Beberapa waktu yang lalu saya mendatangi pernikahan seorang teman ekspedisi. Surprisely, dia menikah dengan mantan pacarnya! Saya bahkan tidak tau kapan mereka balikan, tau-tau udah nyebar undangan aja. Hal yang menarik dari pernikahan ini adalah diadakan dengan sederhana namun tetap layak. Saya datang di acara Ngundhuh Mantu nya, yang diadakan di rumahnya di Wates. Kedua mempelai ini menikah dengan memakai sepatu couple convers, dan bahkan bisa santai melenggang turun dari pelaminan untuk menyambut teman-teman undangan. Tidak ada life music digantikan musik-musik ala spotify yang diputar dengan sound. Tentunya lagu-lagu pilihan mereka sendiri, bukan lagu wajib pernikahan kebanyakan. Mempelai wanita bahkan bisa pegang hp, asyik sendiri selfie berdua dengan mempelai pria ketika tidak sedang ada tamu. Well, sejatinya seharusnya pesta pernikahan itu adalah pesta kita dimana kita bebas berekspresi dan tetap merasa nyaman. Saya hanya penasaran, bagaimana cara mereka meyakinkan orangtua mereka untuk mengadakan pesta pernikahan sesuai mau mereka ya?

Beberapa weekend saya belakangan ini cukup membahagiakan. Suatu Sabtu yang cerah, setelah puas berkeringat dari bermain badminton asyik sesiangan hingga sore, malamnya kami ke kuliner Kampung Tugu. Ya, sedang ada Go Food Festival yg malam itu dimeriahkan White Shoes and The Couples Company. Gagal menonton lantaran depan panggung sudah dipenuhi manusia yang lebih antusias menonton konser, akhirnya kami lebih memutuskan mengisi perut yang lapar sehabis berolahraga. Tapi ambience-nya cukup menyenangkan, ikut bergoyang seru sambil duduk, makan, dan mengobrol.

Weekend yang lain, ada Markerfest yang diadakan oleh Tokopedia di halaman Mandala Krida. Malam itu kami menonton The Rain dan Mocca. Sebenarnya besoknya kami berniat kesini lagi, namun apa daya: manusia merencanakan, Tuhan menentukan. Sepenuhnya itu benar, sesederhana gagalnya rencana ikutan belajar nyablon siang itu, dilanjut nyore cantik sambil mendengarkan musik epic dari Rubah di Selatan, juga mengakhiri malam bersama Mbak Raisa yang cantik dan punya suara meneduhkan jiwa. Jogja memang tak pernah kehabisan event menarik yang juga gratis, itulah salah satu kemewahan tinggal di kota ini.

Alih-alih produktif di depan laptop mengejar deadline, saya malah terkapar tak berdaya di atas tempat tidur di bawah pengaruh obat flu yang sudah saya konsumsi dua kali dalam
hari itu. Lemah, cuma gara2 semalam pulang jam 12 malam saja sudah down! Well, apa sih yang bisa diharapkan dari pola hidup makan tak teratur, rajin pulang malam, terlalu sering begadang, sudah begitu tak pernah olahraga pula, juga tekanan hidup dari sana sini. Heu.

Weekend yang lain, setelah berenang, saya main ke Amplaz. Sedang ada Land of Leisure, dan kami nyore asyik bersama Ardhito Pramono. Awalnya gak ngerti dia ini siapa, sampai dia nyanyi yg The Bitterlove. Dan ternyata sebelom ini udah pernah nonton mini drama nya yg judulnya Bittersweet, tp blm ngeh kalo dia penyanyi jazz. Di awal, kami masih bisa nonton, tapi kami masih asyik jajan sambil merumput cantik. Trus pas udah akhir-akhir baru pengen nonton, udah gabisa menerobos kerumunan :( 
Tapi asyik sih ini, piknik sore di Taman Amplaz.

Lalu weekend terakhir kemarin, saya diajakin nyobain All You Can Eat nya Artotel Jogja. Jadi ceritanya istrinya sepupu saya kerja di situ, dan dia langsung berkabar waktu lagi ada promo. Sesuai dengan namanya, hotel ini sangat berseni. Dan tempat makannya yang semi outdoor ini seru banget sih buat saya. Di tengahnya ada kolam renang yang letaknya rada di atas, lalu prasmanan dan bakar-bakar barbeque ada di atas samping kolam renang yang outdoor, dan di sebelah pojok atas dijadikan corner buat band. Konsep garden party macam ini selalu bikin saya terkesan deh.

Lalu saya mau bahas tentang film, abis nonton anime sedih gitu ceritanya. Ada 3 cerita pendek, salah satunya bercerita tentang pertemanan 3 orang. Dua diantaranya saling suka. Lalu si mbak nya mau ngelanjutin sekolah di tempat yang jauh, yang susah gitu masuknya. Diam-diam si mas nya rajin belajar supaya bisa masuk sekolah itu juga, tapi gak bilang-bilang sama si mbak. Sementara itu, diam-diam si mbak sebenernya gak mau ke sekolah itu karena gak mau gak sama-sama mas itu lagi. Lalu mas nya ketrima dong di sekolah itu, sementara si mbaknya gagal tesnya. Begitulah kehidupan, gemes ya kenapa gak ngobrol aja sih mereka berdua.

Btw KPFT sekarang asyik banget dah, ada pingpong set, badminton set, dan satu set alat band-band an. Tinggal main aja kalau pas lagi nggak ada yang pakai. Padahal saya mah gabisa semuanya, gabisa pingpong, gabisa badminton, bahkan gabisa main musik, tapi suka aja menjadi penggembira nonton teman-teman yang main. Ada tempat ngopi sama minimarket nya juga. Mungkin kalau KPFT udah dirombak jadi sepuluh lantai, bakal lebih lengkap fasilitas buat mahasiswa. Kali aja bakal ada home theatre nya juga kan seru. Ini sekaligus ancaman sih buat sekre Satubumi dan sekre BSO-BSO yang lain. Mungkin kalau sekre dipindah, kami jadi tak bakal sebebas ini dan sebegitu serasa rumah sendiri. Tapi mungkin itu masih akan terjadi bertahun-tahun yang akan dating, ketika mungkin saja saya sudah tak berdiam di kota ini lagi.

1 comment:

  1. This comment has been removed by a blog administrator.

    ReplyDelete