“Tak perlu mati-matian mencari hal yang tidak dibawa mati.” –Emha Ainun Najib
Beberapa hari yang lalu saya ikut kelasnya Akademi Berbagi
yang diisi sama Rene Suhardono. Yang membuat saya tertarik mengikuti kelas ini
bukan karena pengisinya yang baru belakangan saya tau kalau beliau itu orang
keren, tapi karena judul kelasnya Urip
Iku Kudu Urup! Skills to design your life. Pas sekali buat saya yang sedang
merasa mati di tubuh yang hidup. Sebenarnya saya sudah lama tau bahwa Akademi
Berbagi sering mengadakan kelas dengan pembicara hebat soalnya kakak saya
volunteer akber di Jember, tapi baru kali ini saya memutuskan untuk mencoba
hadir di kelas akber. Sebelum ini saya sama sekali tidak mengenal mas Rene,
saya baru mencari tau siapa Rene pas memutuskan daftar kelas akber. Dan
ternyata beliau itu penulis buku yang saya sempat tertarik beli tapi belum jadi
beli karena bukunya mahal :v
Jadi saya sama sekali belum pernah baca bukunya, apalagi tau
bentukannya mas Rene.hehe
Dua jam sesi seru bersama mas Rene terasa sangat singkat
karena ternyata beliau orangnya kocak abis. Kenapa gak ikut stand up comedy aja
mas? Hehe. Sebenarnya mas Rene hanya melontarkan beberapa isu meresahkan yang
sudah sempat saya pikirkan, yang terkubur oleh banyak hal permasalahan saya
yang lebih urgent. Diantaranya mengenai bisnis pendidikan. Beliau menyinggung biaya
Perguruan Tinggi yang begitu mahal, hanya demi mendapatkan selembar kertas
ijazah dengan lambang tertentu. Seolah kita memang membeli selembar kertas,
karena sering kali lulusan perguruan tinggi tidak siap bekerja dan tidak bisa
apa-apa. Buktinya banyak kok lulusan perguruan tinggi yang menganggur. Sistem
pendidikan konvensional akan seperti Blue Bird saat muncul Gojek. Ada beberapa
perusahaan yang sudah mengeluarkan teaser bahwa tidak tertarik pada selembar
ijazah dan tingginya IPK.
Intinya memprotes sistem pendidikan formal di negeri kita
yang masih sangat konvensional. Seorang anak dituntut menghapal semua materi
pelajaran, dituntut mengejar ranking satu, dituntut kuliah di universitas
ternama, dituntut segera lulus dengan IPK tinggi, lebih bagus lagi sudah
mendapat pekerjaan sebelum lulus, dituntut langsung bekerja setelah lulus,
kemudian menikah. Well, sebagai seorang anak saya mengakui adanya tuntutan
tersebut dari orang tua saya.
Tanpa sengaja hidup kita di desain oleh orang lain dan lingkungan
sekitar. Sering kali yang terpikir justru menyalahkan orang lain atau parahnya
menyalahkan Tuhan: yang menciptakan kita
siapa, yang membentuk diri kita siapa? Jadi kalau kita tidak bahagia dan hidup
kita hancur, salahin siapa? Padahal designer hidup kita ya diri kita sendiri.
Kadang saya merasa sistem yang ada itu tidak humanis. Semua
orang dituntut sama, padahal di dunia ini tidak ada orang yang benar-benar sama,
dengan segala kelebihan dan kekurangan yang dimiliki. Mas Rene menganalogikan
sebuah kelas yang berisi berbagai jenis binatang, lalu seorang guru meminta
seisi kelas untuk memanjat pohon. Tentunya yang paling bersemangat adalah Monyet,
dia dengan senang hati memanjat seberapa banyak pohon dan seberapa tinggi pohon
yang ada. Gajah cukup kebingungan, kalau saya robohin pohonnya aja gimana pak? Dan
yang merasa paling bodoh adalah Si Ikan, karena yang dia tahu hanyalah
berenang. So, kenali dirimu sendiri, kenali potensimu.
Oh iya tentang mengenali diri sendiri, saya jadi mau cerita
kalau beberapa hari yang lalu saya jatuh dari motor lagi. Jatuhnya pas berhenti
di tikungan dan karena motor saya terlalu tinggi atau lebih tepatnya kaki saya
terlalu pendek. Di tikungan itu ada lubang drainase yang secara kontur lebih
rendah dari jalanan di sekitarnya. Oleh sebab itu, saya biasa berhenti sebelum
tikungan. Tapi karena disitu ada orang lain, saya merasa aneh kalau saya berhenti
terlalu mundur sebelum tikungan. Maka sayapun maju sedikit dan jatuh. Saya
sering ditanyain sama orang-orang lantaran suka aneh kalau bawa motor. Misalnya
dulu pas saya suka sengaja pelan-pelan biar kedapetan lampu merah, atau dulu mesti
nurunin kaki kalau belok, atau mau nyeberang ke kanan tapi malah minggir ke
kiri dulu, atau mau mundurin motor aja mesti turun dulu dari motor, dsb. Tapi
itu semua saya lakukan dengan alasan, karena yang paling mengenali diri kita ya
diri kita sendiri. Toh itu kan proses, sekarang saya tidak perlu menuggu lampu
merah karena udah bisa ganti gear tanpa berhenti. Yang paling tau proses kita
sampai dimana kan diri kita sendiri. Jangan kayak saya, pengen keliatan kayak
orang-orang lain eh malah jatuh.
Passion is nothing without action. Tidak perlu koar-koar ke
seluruh dunia atau setidaknya ke orang tua masing-masing, INI LOOOH PASSION
SAYA. Karena mereka tidak peduli, toh yang mereka lihat itu creation. Saya sepakat dengan itu,
karena selama ini orang tua saya termasuk yang membebaskan pilihan anaknya
asalkan bertanggungjawab. Mereka cuma butuh bukti, seluruh dunia cuma butuh
bukti bahwa passionmu itu ada wujudnya dalam bentuk kreasi. Kamu suka
menggambar, kamu suka main musik, kamu suka menulis, tunjukkan kalau itu memang
bisa menghasilkan uang, kalau passionmu ada wujudnya, kalau passionmu itu bisa
buat hidup.
Pesan terakhir mas Rene, cari arah bukan tujuan. Toh kita
tidak tau kapan kita mati, toh kalau arahnya sudah benar kita akan terus menuju
tujuan yang benar. Kita tersesat bukan karena tidak tau mau kemana, tapi justru
tidak tau berada dimana.
No comments:
Post a Comment