Awal saya masuk SD, kurikulum yang masih berlaku adalah
kurikulum GBHN 1994, kemudian sekitar kelas 4SD kami dihadapkan pada sebuah
kurikulum baru, yaitu KBK –Kurikulum Berbasis Kompetensi. Berdasar kurikulum
ini, guru selalu menuntut kami, murid-muridnya, untuk selalu aktif di kelas
–aktif dalam menjawab pertanyaan, aktif maju ke depan kelas, dan kesemuanya itu
dengan iming-iming nilai tambahan. Tak hanya mengusung konsep ini,
materi-materi dalam suatu pelajaran juga di susun ulang. Sehingga terasa aneh
seingat saya, saya mempelajari bab yang sama, di kelas 4 dan mengulanginya lagi
di kelas 6.
Kemudian, baru berjalan beberapa tahun, kami kembali
dihadapkan pada kurikulum yang baru lagi, KTSP –Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan. Sampai sekarang saya masih tidak memahami apa maksud dari nama
kurikulum ini. Padahal dengan kurikulum sebelumnya saja, kami belum cukup
bercengkarama untuk bisa dikatakan akrab. Kami sudah harus berusaha mengenal si
kurikulum baru lagi, yang kali ini sering diplesetkan menjadi Kurikulum Tak
Siap Pakai. Mau tak mau buku pegangan yang kami pakai pun harus menyesuaikan
dengan kuikulum yang baru ini. Yang biasanya saya memakai buku lungsuran dari
kakak saya yang sangat masih bisa digunakan kembali, kini saya harus membeli
buku-buku baru, dan tentunya hal ini menjadi pemborosan yang sebenarnya tidak
perlu.
Kemudian saya terpikir pada kurikulum perkuliahan yang
diperbaharui secara rutin setiap 5 tahun sekali, well khususnya di kampus saya, UGM tercinta. Menurut saya ini tidak
menjadi masalah karena sistemnya jelas, dan memang diharapkan kita segera lulus
untuk tidak sempat terkena pergantian kurikulum ini. Sekalipun sempat
merasakan, untuk jurusan saya akan ada remediasi khusus untuk mata kuliah yang
dihapuskan pada kurikulum yang baru, dan bentuk penyesuaian yang lain. Untuk
jurusan lain, angkatan atas yang melewati masa pergantian kurikulum ini tidak
terpengaruh pada kurikulum baru, jadi mereka tetap mengikuti kurikulum yang
lama dan kurikulum baru akan diterapkan pada mahasiswa yang baru masuk. Yeaah,
kebijakan yang bagus..
Kembali pada kurikulum 2013, perlukah ada? Kadang ada
selentingan yang berpendapat bahwa pergantian kurikulum hanyalah bentuk
eksistensi seorang mentri pendidikan. Mereka ingin dikenal, ingin diingat,
sehingga mereka berlomba-lomba untuk membuat kurikulum baru saat naik tahta.
Saya sendiri belum sempat mencari tahu substansi apa yang
mendasari kurikulum ini. Saya hanya ingin menyoroti sebaiknya dalam memutuskan
pergantian kurikulum ini juga mempertimbangkan para pelajar yang menjadi objek
dan merasakan dampaknya. Well, hanya
mengingatkan, tidak pernah menyenangkan menjadi seorang kelinci percobaan.
Mungkin saya akan melanjutkan tulisan ini di kesempatan yang
lain saat saya sudah sedikit lebih paham mengenai substansi kurikulum ini..
No comments:
Post a Comment