Sudah lama saya tidak menulis hal-hal random yang selalu muncul
dalam benak saya. Karena akhir-akhir ini yang sering muncul hanyalah keresahan,
sedangkan keresahan toh bukanlah topik yang menyenangkan untuk dibahas setiap
hari.
Ada beberapa hal yang belakangan ini cukup mengganggu pikiran
saya, yang memunculkan sebuah pertanyaan sederhana: ada apa sih sama semua orang?
Mendadak semua orang berbondong-bondong melakukan sesuatu. Mendadak
wisata alam manapun begitu menarik untuk dikunjungi. Mendadak semua orang
memiliki profesi sampingan dengan mencoba berwirausaha: handcraft, doodleart, reseller,
sampai buka kafe. Mendadak semua orang suka banget nongkrong di kafe. Mendadak
dimana-mana muncul berbagai kafe baru dengan berbagai konsep. Mendadak banyak
orang tiba-tiba memutuskan berhijab. Mendadak semua orang jadi cantik dan
bermake up. Dan mendadak sepertinya semua orang rasanya udah ngebet banget
pengen cepet lulus! Well yaa, saya mengakui bahwa saya mungkin termasuk
kategori ‘semua orang’ yang saya
sebut di atas. Toh saya juga sudah tak seidealis dulu supaya bagaimanapun saya
bisa segera lulus.
Hal ini mulai disadari ketika saya mau KKN di periode antar
semester tahun lalu. Mendadak semua orang memilih mengambil KKN pada periode
itu sehingga peserta KKN periode itupun membludak dari biasanya. Hal ini
menurut beberapa orang disebabkan angkatan 2010 dan angkatan di atasnya pada
telat KKN sedangkan angkatan 2011 pada kecepetan KKN. Walaupun sebenarnya tidak
bisa dikatakan telat juga karena dulu umumnya mahasiswa memang mengambil KKN
setelah semester 7, namun mahasiswa sekarang yang cenderung ingin segera lulus
mencicil KKN diambil di semester 5 asalkan jumlah sks telah memenuhi syarat
minimal untuk mengambil KKN.
Kemudian yang belum lama terjadi: wisuda periode Agustus
2015 lalu mendadak jumlah wisudawan yang lulus periode itu sangat banyak sehingga
pihak UGM memutuskan membagi wisuda menjadi 2 hari, yaitu tanggal 19 dan 20
Agustus 2015. Kalau nggak salah sih ini baru pertama kejadian di UGM dimana
wisuda dibuat dua hari saking banyaknya yang lulus periode itu.
Kemudian fenomena yang paling baru saya alami adalah penuhnya
perpustakaan pusat UGM di hari biasa, bukan karena ada acara atau kegiatan yang
memang berlokasi disana, tapi ya hari perkuliahan aktif biasa. Padahal
perpustakaan pusat UGM setau saya biasanya tidak terlalu populer di kalangan
mahasiswa. Mereka yang berkunjung bisa dipastikan mahasiswa tingkat akhir yang
sedang mencari literatur, mahasiswa yang sedang ada tugas dan mencari buku
spesifik tertentu, atau mahasiswa yang iseng pengen menjajal fasilitas UGM yang
satu ini. Kala itu saya sangat kesulitan mencari tempat parkir motor di
lingkungan perpustakaan UGM sehingga memutuskan untuk parkir di fakultas
sebelah aja, fisipol. Awalnya saya menduga hal ini disebabkan sedang adanya
renovasi perpustakaan dan masih dalam rangka transisi perpindahan lokasi parkir
dari yang sebelumnya sehingga memang belum settled.
Kemudian ketika saya menuju loker di bagian sirkulasi ternyata peminjaman loker
telah penuh dan ada beberapa orang selain saya yang sudah mengantre duluan
untuk meminjam loker karena untuk bisa masuk ke bagian sirkulasi pengunjung
tidak diperbolehkan membawa tas. Yang saya tahu, di perpustakaan pusat UGM
sebenarnya terdapat tiga lokasi penitipan tas/peminjaman loker, yaitu di bagian
buku sirkulasi, bagian timur, dan bagian kalau ingin menggunakan fasilitas ETD
di lantai 2. Dan ternyata ketiga tempat peminjaman loker tersebut sama penuhnya
pada saat itu. Kenapa sih orang-orang?
Berbicara tentang mencari lokasi parkir motor, sebenarnya
saya tidak terlalu heran dengan sulitnya mencari parkiran motor akhir-akhir
ini. Pasalnya saya sering mengalami hal serupa di fakultas saya, baik di
jurusan sendiri maupun di bagian lainnya. Mendadak parkiran motor jurusan menjadi
penuh dan mesti digeser-geser sama petugas di jurusan biar muat lebih banyak
motor lagi dan efeknya bagi saya adalah kesuliatan mengeluarkan motor pas mau
pulang. Selain itu ada beberapa tempat yang entah kenapa begitu diminati parkir
liar, antara lain di bawah: sepanjang halaman depan satubumi, sekre BEM sampai
mushtek, dan juga di sekitaran KPFT. Semua mahasiswa yang sudah lama berada di lingkungan
fakultas teknik pasti sudah paham risiko parkir sembarangan ini: digembosin ban
nya. Metode ini terpaksa dilakukan untuk menimbulkan efek jera, dan ternyata
cukup membawa hasil.
Lalu mengapa fenomena ini bisa terjadi? Mungkinkah ini
merupakan dampak kebijakan kampus yang semakin mempersempit masa studi? Yang tadinya
mahasiswa maksimal lulus 7 tahun, sekarang 5 tahun sudah terancam DO sehingga
mendorong para mahasiswa untuk segera lulus. Atau apakah setiap tahunnya UGM
menerima mahasiswa yang jumlahnya lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya, dengan
kata lain arus yang masuk tidak sebanding dengan arus yang keluar? Jika memang
demikian yang terjadi maka wajar saja apabila fasilitas UGM yang selama ini
tersedia menjadi tidak muat lagi mengakomodasi jumlah mahasiswa yang ada. Namun
bisa juga sebenarnya fenomena yang terjadi tidak disebabkan faktor tersebut,
melainkan disebabkan faktor culture
atau yang larinya ke arah trend yang tengah terjadi. Mengambil analogi
peristiwa mudik lebaran dimana terjadi traffic yang begitu memuakkan di segala
ruas jalan, bahkan jalan yang pada hari biasa tidak pernah mengalami macet di
hari lebaran menjadi begitu padat oleh kendaraan. Sebenarnya kan bukan ruas
jalannya yang kurang memadai namun ada faktor trend atau budaya masyarakat kita
yang memang menjadikan kita harus pulang ke kampung halaman dan berkumpul
bersama keluarga pada hari lebaran, akibatnya karena semua orang berpikiran hal
yang sama dan melakukan hal yang sama jalanan pun penuh.
Lantas apa yang harus kita lakukan, haruskah kita menjadi
anti mainstream untuk terlepas dari segala bentuk crowded yang memuakkan yang
sedang terjadi di arus utama?
Sebenarnya hal ini tidak masalah selama sesuatu yang lagi
ngehits tersebut masih memuat substansi nilai kebaikan. Toh malah bagus kalau
tiba-tiba semua orang mau memperbaiki Indonesia dan memutuskan berperang
melawan korupsi, atau malah bagus kalau tiba-tiba semua orang menjadi agamis
dan ingin masuk surga sehingga kejahatan di muka bumi ini menjadi berkurang.
Dengan kata lain, malah bagus kalau semua orang pengen cepet lulus selama masih
dalam kewajaran dan tidak melakukan kecurangan untuk bisa cepat lulus. Namun apakah
segala yang saat ini ngehits itu mengarah pada nilai kebaikan? Nyatanya banyak
alam terbuka yang seharusnya hanya sebagai wisata alam terbatas menjadi rusak
karena terlalu banyaknya wisatawan yang datang. Sebut saja Semeru yang mendadak
ngehits setelah rilisnya film 5 cm. Kemudian hijab yang semakin lama semakin
fashionable sehingga terkadang melupakan tujuan sebenarnya. Adalah sosial media
yang turut berperan membentuk pola pikir, perilaku, dan mengarahkan trend kekinian: budaya selfie
dan check in lokasi.
Keresahan saya berikutnya muncul setelah saya mengikuti
sebuah sesi kuliah Engineering Ethics yang diisi oleh seorang dosen muda dari
Jurusan Arsitektur. Etika itu berada dalam wilayah abu-abu yang sering kali
kompleks, dilematik. Dosen tersebut menceritakan beberapa pengalaman yang
pernah dialaminya di dunia kerja yang berhubungan dengan etika, dan beliau
tidak bisa mengatakan dengan pasti mengenai apa yang harus dilakukan bila kita berada
di posisi tersebut. Tanyakan hatimu, hatimu pasti tau jawabannya.
Selain itu dosen tersebut berbicara tentang Asean Economic Community, yang hampir
pasti menimbulkan keresahan tersendiri bagi seluruh angkatan kerja Indonesia
yang sadar. Aih, tiba-tiba saya teringat sebuah frase ‘ora melu edan, ora komanan’, yang kurang lebih artinya apabila kita
tidak mau mengikuti euforia yang sedang terjadi maka kita tidak akan kebagian
apapun. Menghadapi keresahan akan terjadinya pasar bebas di Asean Economic Community yang katanya
akan mulai berlaku di tahun 2015, mendadak semua orang berusaha mempersenjatai
diri dengan kursus bahasa asing, memperbagus prestasi akademik, dan mempertebal
CV. Lantas apabila kita tidak ikut-ikutan les bahasa inggris, tidak ikut-ikutan
buru-buru lulus, apakah kita bisa ikut bersaing mendapatkan pekerjaan yang
layak? Berangkat dari pemikiran dan logika tersebut akhirnya (mungkin) terjadi
fenomena yang sebelumnya saya analogikan dengan seperti fenomena mudik lebaran.
Dosen tersebut juga menyebut-nyebut bahwa Indonesia
merupakan pangsa pasar yang sangat baik: memiliki jumlah penduduk termasuk salah
satu yang terbesar di dunia dengan karakter manusianya yang konsumtif. Sebut
saja rokok dan junkfood, negara penghasil rokok di barat sana yang sudah mulai concern pada masalah kesehatan mulai kehilangan pasar dagangnya sehingga mulai
mencari pasar di belahan bumi yang lain.
Kemudian ketika mereka-mereka yang telah maju sudah beralih
meneliti luar angkasa, ketika berhasil mendapatan lokasi planet lain yang memungkinkan
untuk manusia tinggal, memungkinkan diesploitasi, pasti mereka-mereka duluan
lah yang mengungsi dari bumi yang sudah tua, sudah rapuh, sudah mulai rusak.
Meninggalkan kita masyarakat dunia ketiga bersama bumi yang mulai tak
bersahabat dengan manusia setelah mereka eksploitasi besar-besaran. Aih,ditinggalkan saja sudah cukup menyedihkan,
apalagi ditinggalkan bersama kekacauan. Saya sedih hanya dengan memikirkan
kemungkinan itu.
However don’t be insecured dear, suatu hari nanti kita akan
mengerti dan berhenti resah.
No comments:
Post a Comment