Sebenarnya ketakutan itu apa sih?
Cuma perasaanmu aja kok.
Banyak orang bilang,
“..sebenarnya ketakutan itu kan hanya berasal dari pikiran kita..”
Ketakutan itu, cara tubuh kita merespon sesuatu
rangsangan/stimulant tertentu yang dirasa mengancam. Jadi bagus kok kalo kita
masih bisa merasa takut, tandanya radar dalam tubuh kita masih bekerja memberi
tahu kita akan ada sesuatu yang entah, hanya sedikit membuat kita merasa tidak
nyaman atau bahkan mengancam.
Lalu mengapa harus ada bagian dari tubuh kita yang ikutan
bereaksi saat kita ketakutan? Saya merasa tidak masalah dengan rasa takut ini,
tapi sangat bermasalah dengan reaksi tubuh yang ditimbulkan. Well, karena otak
kita sebegitu kerennya, dia mengirimkan sinyal ketakutan itu ke
kelenjar-kelenjar penghasil hormon tertentu yang kemudian mensekresikan hormon
sehingga munculah efek-efek tertentu.
Nah, masalahnya adalah ketika yang muncul adalah ketakutan
atau kecemasan yang berlebihan atau tidak beralasan. Well, sebenarnya tidak ada
ketakutan yang tanpa alasan, yang ada adalah kita yang tak bisa menerima
kondisi tersebut tanpa kita sadari. Fenomena ini mungkin lebih dikenal dengan syndrome phobia atau trauma. Ada
berbagai jenis phobia. Phobia ketinggian, phobia gelap, phobia ruang tertutup,
bahkan nosophobia –ketakutan terserang penyakit.
Lalu trauma itu apa? Trauma adalah sebuah ketakutan yang tak
terselesaikan, dalam artian pengalaman ketakutan yang selalu berulang yang
dipicu oleh sebuah kondisi tertentu, karena pada awal mula terjadinya, pernah
terjadi hal yang tak bisa diterima alam bawah sadar kita mengenai kondisi
tersebut. Sehingga ketika di kemudian hari kondisi itu muncul, alam bawah sadar
kita otomatis menolak karena tak ingin merasakan hal yang sama, yang pernah
terjadi sebelumnya. Nah trauma itu bisa muncul dalam bentuk ketakutan dan
kecemasan itu sendiri. Bayangkan saja seperti sebuah luka sayatan di permukaan
kulit kita, sekalipun sudah kering dan sembuh ada yang menyisakan bekas bahkan lebih
sensitif dibanding permukaan kulit yang lain.
Jadi, menurut saya kira-kira begini alurnya:
stimulant yg mengindikasikan ancaman (masa lalu) -ketakutan (masa lalu) -tak terselesaikan,
tidak bisa diterima alam bawah sadar kita -stimulant
yg sama (masa sekarang ) -ketakutan/kecemasan
saat ini (disebut trauma) -menjadi
berlebihan atau disorder (disebut fobia)
Kemudian hal yang sangat mengganggu adalah ketika ketakutan
yang nggak terselesaikan ini merasuk ke dalam bawah sadar kita, dan muncul
melalui mimpi-mimpi buruk yang menghantui tidur kita. Ini terjadi karena kita tidak bisa mengalahkan rasa takut
kita di dunia nyata. Dan menurut saya, tidur adalah masa paling jujur dalam
periode hidup manusia. Tidur selalu apa adanya, tak bisa bersandiwara dan tak
perlu bertopeng.
Kembali pada topik awal: ketakutan. Lalu bagaimana jika
ketakutan yang muncul adalah ketakutan terhadap manusia lain? Saya pernah
mendengar dari sebuah acara On The Spot, ada seorang yang dibuang sedari lahir,
kemudian dirawat oleh binatang dan akhirnya ditemukan kembali oleh publik dan
niatnya mau diselamatkan oleh sesama manusia, tapi dianya malah ketakutan
karena nggak pernah liat manusia. Ironis bukan? Saya melihat tayangan ini dalam
salah satu penantian saya di sebuah halte trans jogja, jadi nggak terlalu
nyimak.
Tentunya apabila ketakutan itu masih berada pada ranah yang
wajar dengan ukuran yang tepat, kita justru semestinya bersyukur masih memiliki
radar yang baik. Karena radar ketakutan itu setipe sama hati nurani kita, kalau
terlalu sering kita abaikan, seiring waktu maka kita nggak pernah bisa
mendengarkan lagi bisikannya. Namun apabila ternyata ketakutan yang kita miliki
mulai nyeleneh, sudah sepantasnya kita
mulai mengabaikannya. Bisa dengan terapi atau hanya dengan bermodalkan sugesti.
No comments:
Post a Comment