Mungkin merasa jenuh dengan kehidupan masing-masing,
atau memang merindukan suasana malam kota jogja
bersama obrolan dengan topik yang bisa jadi apa saja.
Berjalan kaki dari tugu jogja menuju deretan kopi joss di samping stasiun tugu. Mengobrol dengan topik yang random, dari gender, dopamin dan oksitosin, sampai geomorfologi pulau jawa, dan topik lain yang sudah tak ingat lagi.
Kemudian duduk-duduk di pinggiran tugu kota jogja, mengamati kendaraan yang masih saja melintas di tengah pagi buta. Kali ini mengobrol tentang hijab sembari mengamati mereka yang sibuk berfoto ria bersama ikon kota ini.
Bermotor sepanjang malioboro menuju km nol, mengitari alun-alun, seputaran kraton, hingga lelah. Dan kamipun memutuskan pulang.
Thursday, 20 February 2014
Tuesday, 11 February 2014
Aku Tak Berhasil Menemukan Kotakku
Jadi ceritanya saya mau curhat.
Well, diantara seluruh masyarakat dunia yang selalu mengkotak-kotakkan segala sesuatu, contoh simple nya adalah blockade antara hitam dan putih. Mengapa harus hitam, mengapa harus putih? Maka tak akan ada ruang untuk si pecinta abu-abu seperti saya, baik secara konotasi maupun denotasi.
Dan kotak-kotak itu selalu ada dimana saja, kemanapun mata memandang dan kemanapun kaki melangkah.
Dan tidak bisa dipungkiri, hampir selalu terjadi konflik, minimal konflik paradigma, antar kotak.
Akan selalu ada seseorang yang tidak menyukai konflik dan cenderung menghindarinya seperti saya, atau lebih tepatnya tidak mau memilih kubu. Memang, orang-orang seperti itu cenderung aman dari serangan kubu manapun tapi sekaligus berarti tidak bisa ikut bersukacita bersama salah satu kubu apabila mereka menang. Karena kami bukan bagian dari mereka, bukan bagian dari siapapun. Ya, kami hanya penonton yang independent. Efeknya, tentu saja tak akan ada pembela bagi kami ketika kebetulan kami terserang ketika sedang menonton.
Maka dari itu, memilih kotak menjadi penting untuk menjamin seseorang punya komunitas yang peduli dan akan membelanya. Selain itu, toh setiap orang juga merasa butuh pengakuan atas eksistensinya.
Seseorang pernah berkata, “.. jangan menghindari konflik..”
Toh ada kok yang namanya konflik sehat, justru dengan mengkomunikasikannya, berkonflik, kemudian akan menyelesaikan masalah.
Nah, kembali pada diri sendiri, sanggupkah kita hidup tanpa kotak karena tak berhasil menemukan kotak yang benar-benar click dengan diri kita masing-masing? Ataukah kita mulai mau berdamai dengan memilih keberpihakan?
Friday, 7 February 2014
Kerja Serabutan
Ketika jamannya saya masih suka baca majalah bobo, baca novel, nonton
film Indonesia apa sinetron gitu, atau kalau sekarang nonton drama korea, sering
saya temukan sebuah setting yang ceritanya si tokoh utama berasal dari keluarga
tidak mampu dan terpaksa harus bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Contoh yang saya ingat adalah si tokoh utama yang masih anak
sekolahan membantu ibunya membuat makanan untuk kemudian dititipkan di kantin
sekolahnya atau dijual langsung pada teman-temannya. Atau kalau yang berasal
dari drama-drama korea, tokohnya itu kerja parttime tapi di lebih dari satu
tempat, misalnya kafe, rumah makan, minimarket, dsb.
Kenapa kerja serabutan?
Mungkin karena si tokoh yang bekerja itu bahkan sampai mau melakukan pekerjaan
apapun terlepas dari rasa gengsi dan setidakmenyenangkannya pekerjaan itu demi
memenuhi kebutuhan hidupnya. Membabibuta melakukan pekerjaan apa saja yang
masih bisa dikerjakan.
Kemudian saya jadi teringat akan kegiatan saya beberapa waktu yang
lalu yang membuat saya menulis postingan ini. Beberapa waktu yang lalu saya
harus nge-danus atau usaha mengumpulkan dana untuk suatu kegiatan kelompok yang
dananya belum tercover sehingga menuntut kami memanfaatkan segala peluang
bisnis yang ada. Dan ternyata danus itu sudah menjadi bagian hidup mahasiswa.
Banyak cara nge-danus yang umum dilakukan mahasiswa, seperti jualan bunga pas
wisudaan di GSP maupun di jurusan. Atau jualan jajanan pasar di kampus, bisa
dititipin di kantin jurusan maupun dijajakan keliling-keliling. Kemudian ada
juga yang suka ngamen di sunmor UGM atau buka stand Garage Sale yang isinya
barang-barang jarahan lemari sendiri yang masih bagus dan layak jual. Dan yang
juga nggak jarang dilakukan adalah jualan kaos dan sticker hasil desain
sendiri.
Jualan jajanan pasar sama minuman di kampus, jualan Olive di GSP
waktu SNMPTN. Karena baru pertama kali, nggak nyangka aja ternyata banyak juga
saingannya. Dan mesti sabar nawarin jajanannya itu meskipun ditolak mulu, dan
mesti tetep ramah meskipun capek.
Menjadi pekerja Document Center di acara Career Days UGM.
Tugasnya cuma menerima orderan photo copy atau melayani yang mau beli alat
tulis, dan menjadi kasir. Selama 2 hari dibayar Rp 200.000, 00. Malahan lebih
besar daripada panitia Career Daysnya.
Menjadi panitia Career Days UGM. Nah karena tahun sebelumnya saya
berada di lingkungan Career Days bukan sebagai panitia, tahun depannya saya
memutuskan mengikuti tahapan seleksi untuk menjadi panitia Career Days. Banyak
kok manfaat yang bisa di dapat dengan ikut kepanitiaan ini, dan yang jelas
dapat uang saku.haha
Menjadi tukang parkir ketika ada acara Rossie goes to Campus yang
mengundang Sheila on7 di fakultas teknik UGM. Jadi ceritanya ini bagian dari
danusnya organisasi saya. Lumayan lah, satu malam satu orang dapat seratus
ribu. Tugasnya jaga portal, mengecek KTM mahasiswa yang parkir di dalam,
soalnya ini termasuk acara intern teknik, mengarahkan mereka untuk parkir di
jurusan masing-masing, menulis plat nomer di karcis parkir, dan pas bubaran
mengecek karcis parkirnya, dicocokkan sama plat nomernya. Dan itu harus
dilakukan dengan ekstra cepat, mengingat ramenya kondisi pas bubaran konser.
Dan untungnya nggak ada kasus kehilangan dan semacamnya waktu itu. Ternyata
jadi tukang parkir itu nggak segampang keliatannya.
Input data dan seleksi job seeker nya Pertamina yang berkasnya
banyak banget itu. Ini masih berhubungan sama ECC UGM yang ngadain Career
Days. Jadi kami udah dikasih form checklist
kelengkapan berkasnya, yang berkasnya nggak lengkap langsung gugur. Trus posisi
tertentu hanya menerima pelamar laki-laki, atau untuk posisi tertentu rata-rata
nilai raportnya harus berapa, dsb. Kami suka ketawa-ketawa sendiri kalau
menemukan hal-hal aneh kayak menemukan alat tes pengguna narkoba yang herannya
ikut dikirim, atau kalau pas fotonya keliatan banget editannya biar keliatan good looking, dsb.haha
Menjadi asisten dosen Mata Kuliah Metode dan Teknik Rencana Kota
yang kerjaannya membuat bahan ajar untuk mata kuliah tersebut, dengan dosen
mata kuliah yang suka banget brainstorming. Jadilah terus terusan minta
direvisi dengan ide yang macam-macam.
Lalu belakangan ini saya parttime di swalayan Kopma UGM dengan
bayaran yang sebenarnya menurut saya antara insentif yang di dapat dengan waktu
yang saya habiskan nggak seimbang. Jadi untuk setiap jam yang harus saya
habiskan di sana, saya hanya di bayar dua ribu enam ratus rupiah. Menjadi HANYA
karena dibandingkan sejuta aktivitas lain yang bisa saya lakukan yang tentu
saja lebih bermanfaat untuk pengembangan diri seperti membaca buku, mengerjakan
tugas, bersosialisasi dengan teman, nonton film, main sama jalan-jalan,
olahraga jogging, dan aktivitas lainnya. Kalau pas jaga di penitipan barang
harus mengucapkan greeting sama
customer seperti “Terimakasih, selamat datang kembali..“ dengan senyum
mengembang. Berhubung jadwal parttime ini sangat fleksibel, lumayan kok kalau
berniat mengumpulkan uang dikit-dikit.
Semoga ketika sebuah mimpi terwujud, pengalaman kerja serabutan
tadi berguna kalau mau kerja parttime di sela kehidupan perkuliahan di luar
sana :)
Subscribe to:
Posts (Atom)