Hai. Hari ini aku kembali mengunjungi tempat itu dan kembali
menunggu seseorang hingga batas waktu yang sama: pukul 22.00 sebelum kemudian
memutuskan pulang dengan perasaan yang entah, mungkin lebih baik atau sama
saja. Padahal ketika orang yang dinantikan datang, aku toh juga belum tau akan
berkisah dari mana. Selalu begitu.
Di dunia ini, aku hanya bisa berkisah pada dua sosok manusia.
Kisah yang menyublimkan segala perasaan melalui gesture atau ekspresi, entah
bahagia yang membuncah setelah berhaha hihi dengan kawan lama, perasaan excited
setelah menemukan hal atau sosok baru yang begitu mempesona, atau justru kekosongan.
Ya, intinya seluruh hingar bingar di sudut hati.
Mereka bukan seorang motivator, bukan psikolog, bukan therapis,
bukan pula pendengar yang baik. Mereka hanyalah dua teman yang baik, tapi cukup
untuk memicu ketergantungan tersendiri untuk terus bersandar. Aku tak tahu
apakah ini kabar baik atau buruk, karena kemudian akibatnya ketika dua teman
yang baik ini tidak berada pada waktu, tempat, dan keadaan yang tepat dan tak ada
yang mampu menggantikan kedua sosoknya, maka yang ada hanya mendung, mendung,
dan terus mendung..
Karena bagiku orang-orang yang memampang kisahnya di dunia manapun,
tak ubahnya seorang pelacur yang menawarkan dirinya, atau seorang pengemis yang
meminta minta kepada setiap orang yang lewat. Ya, mungkin memang tak se-ekstrem
demikian.
Aku hanya lupa bahwa kedua sosok itu pernah berbisik, “Helooo,
I’m not your ambulance..” dalam sebuah
lagu yang mendesau di atas lincak.
Dalam pelarian hati,
yang menunggu hujan membasuh segala keresahanku.
Ternyata perjalanan itu masih kurang
panjang untuk mengusir kegundahan hati. Haruskah kita terus berlari hanya untuk
mendamaikan hati yang resah, ataukah langit mulai berbaik hati mau menjatuhkan
rintik hujan pengganti mendung yang berketerusan ini?
Helooo My Mood Booster, where have you gone?