Selalu ada cerita di setiap perjalanan saya
di atas gunung, mulai dari kena badai dan hampir hipotermia di merapi, jatuh
dan ngguling2 di ungaran, dan nggak terkecuali outdoor –cara kami menyebut berkegiatan di alam bebas, kali ini. Weekend lalu, tepatnya tanggal 20-22
April 2012, saya bersama beberapa teman melakukan pendakian ke Gunung Lawu.
Rencananya mau lewat candi cetho tapi karena melihat kondisi fisik teman-teman
dan katanya kondisi medannya cukup berat, akhirnya kami lewat jalur cemoro sewu
dan turun lewat cemoro kandang. Berangkat dari sekretariat SatuBumi jumat malam
jam 18.30 kemudian mampir makan malam dan melanjutkan perjalanan. Sampai di
basecamp cemoro sewu jam 23.00.
Keesokan harinya kami berangkat untuk mendaki
sekitar jam 08.00 pagi. Setelah berjalan sekitar 20 menit kami menemukan pos
sayur yang tadinya sempat kami sangka Pos I. Setengah jam kemudian kami sampai
di Pos I, 2 jam kemudian kami sampai di Pos II, dan sekitar 1, 5 jam kemudian
kami telah mencapai Pos III. Untuk
menuju Pos IV, kami harus melewati medan yang bertangga-tangga. Dan akhirnya
sampailah kami di Pos V.
Dari sinilah insiden itu terjadi: saya nyasar
di Lawu yang merupakan gunung wisata dengan jalur yang sejelas itu. Silahkan
menertawakan saya, teman-teman. Jadi ceritanya senior saya menyuruh saya untuk
menyusul teman-teman saya yang sudah duluan jalan, karena senior saya itu masih
ingin duduk sejenak di Pos V tersebut. Nah, saya melewati jalur yang berbeda
dari yang dilewati teman-teman saya tadi. Saya cukup lam berputar-putar di
daerah tersebut karena semua rasanya terasa sama dengan ilalang yang terus
berulang. Akhirnya saya memutuskan kembali ke Pos V karena senior saya tidak
segera menyusul. Dan namanya juga nyasar, ternyata saya bahkan tak bisa mencari
jalan kembali ke Pos V. Saya mulai terserang panik, berusaha mengingat pelajaran
yang diberikan oleh senior saya apabila tersesat di gunung: S-T-O-P yaitu Sit, Thinking, Orientation atau Observation, dan yang terakhir Planning.
Saya mulai berteriak memanggil teman-teman
dan senior saya, mengambil peluit dari survival kit saya dan meniupnya
sekencang mungkin, mencoba menyalakan handphone –dan sia-sia karena tidak ada
sinyal di tempat setinggi ini. No
response. Saya mulai frustasi karena saat iu sudah sore dan sebentar lagi
gelap. Saya duduk terkulai sambil menahan tangis.
Nggak, saya nggak boleh putus asa. Dan saya
tetap memanggil-manggil senior saya sambil mencoba keluar dari lingkaran setan
ini. Beruntung, senior saya sudah berada di punggungan seberang yang lebih
tinggi dan melihat saya. Legaa sekali rasanya..
Kami memutuskan untuk nge camp di sendang
drajat bersama beberapa pendaki yang lain dan summit attack keesokan harinya.
Sendang Drajat
Paginya kami memutuskan untuk memburu sunrise di puncak lawu. Berangkat dari
sendang drajat sekitar jam 05.15 dan sampai puncak setengah jam kemudian.
Yeaaaah, kami berhasil melihat keindahan matahari terbit di puncak argo dumilah
tersebut, di ketinggian 3264 mdpl :D
Sunrise di Puncak Lawu
Kelelahan dan usaha melawan dingin yang
menusuk tulang itu terbayar sudah. Setelah puas berfoto, kami kembali ke
sendang drajat dan mulai turun melalui jalur cemoro kandang. Kami berhasil
mencapai basecamp bahkan sebelum sore hari di hari yang sama.
Gunung Lawu, karena letaknya yang diperbatasan
antara Jawa Tengah dan Jawa Timur menjadikan kedua basecamp tempat saya mulai
mendaki dan tempat saya turun terletak di propinsi yang berbeda. Pulangnya,
kami harus berjalan kaki menuju basecamp cemoro sewu tempat kami menitipkan
motor kami. Kami berjalan kaki lintas propinsi, dari Jawa Tengah ke Jawa Timur.
Terdengar lucu bukan, padahal kami hanya berjalan beberapa langkah.hahaa
Tidak sabar menanti petualangan berikutnya.
Salam Lestari :)